Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tengah mengevaluasi sejumlah produk vaksin COVID-19. Di antaranya termasuk Sputnik V buatan Gamaleya/Gerenium, Rusia. Bakal masuk Indonesia?
Munculnya nama Sputnik V dalam daftar evaluasi BPOM memang mencuri perhatian. Pasalnya, vaksin ini tidak ada dalam daftar vaksin yang akan dipakai di Indonesia menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/ Menkes/12758/2020.
Soal evaluasi yang dilakukan untuk vaksin Sputnik V, Kepala BPOM Penny K Lukito angkat bicara.
"Kami membuka registrasi untuk vaksin-vaksin lain untuk menjamin yang dikaitkan dengan aspek keamanan, mutu dan khasiatnya. Itu adalah tugas dari Badan POM," jelasnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Senin (15/3/2021).
"Nanti tentunya belum berarti kalau sudah melalui proses penilaian dari Badan POM itu sudah pasti digunakan atau dibeli. Itu nanti ada jalur lain yang melalui proses pembelian atau pengadaan baik melalui Kementerian Kesehatan maupun BUMN apabila akan digunakan sebagai vaksin mandiri," lanjut Penny.
Daftar vaksin yang saat ini dalam proses evaluasi BPOM adalah sebagai berikut:
COVID-19 Vaccine AstraZeneca yang diproduksi Biologica Germany
SARS-CoV-2 Vaccine (Vero Cell) Inactivated produksi Sinopharm
Sputnik V yang diproduksi Gamaleya/Gerenium Russia
Covovax yang diproduksi Serum Institute India (SII) dari Novavax
Beberapa di antaranya adalah vaksin yang akan digunakan dalam vaksinasi gotong royong atau vaksin mandiri.
https://indomovie28.net/movies/love-and-affair/
Menkes Singgung Kemungkinan Pandemi COVID-19 Jadi Epidemi Global
Sudah setahun sejak pandemi COVID-19 muncul dan saat ini telah menginfeksi lebih dari 100 juta orang di seluruh dunia. Adanya pandemi COVID-19 membuat kebiasaan semua orang di seluruh dunia berubah, terutama dalam kesehatan.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan perubahan perilaku ini akan berlangsung dalam waktu lama. Terlebih ada kemungkinan bahwa pandemi COVID-19 bakal berubah menjadi epidemi global.
"Belajar dari pandemi Black Death di Eropa yang membunuh hampir ratusan juta orang, ini (COVID-19) bisa hilang secara bertahap nggak pernah cepat. Berubah menjadi epidemi dan pelan-pelan di eradikasi," ujarnya dalam Webinar 'One Year Living with COVID-19, What's Next' yang diselenggarakan RS Premier Bintaro.
Setelah menjadi epidemi, Menkes mengatakan masyarakat tak bisa lantas meninggalkan kebiasaan yang telah dilakukan untuk memutus rantai penularan. Pandemi tak akan berakhir satu atau dua tahun, karenanya tiap orang tetap harus mempertahankan kebiasaan sehatnya.
"Epidemi global ini juga membutuhkan perubahan perilaku," sebut Menkes.
Dalam kesempatan tersebut, Menkes menjelaskan vaksinasi juga menjadi salah satu cara untuk mempercepat penanganan pandemi COVID-19. Saat ini sudah sekitar 4 juta orang yang disuntikkan dosis pertama vaksin Corona.
Berbeda dari rencana awal, untuk menyesuaikan ketersediaan vaksin, saat ini sekitar 300 dosis disuntikkan per hari.
"Kapasitas penyuntikannya juga kita sesuaikan dengan ketersediaan vaksin," ungkapnya.