India jadi negara terbaru yang menemukan varian virus Corona COVID-19 dengan mutasi signifikan. Peneliti setempat menyebut varian ini memiliki dua mutasi yang jadi perhatian sehingga disebut juga varian mutan ganda.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) India menyebut varian memiliki mutasi E484Q and L452R. Ada kekhawatiran bahwa varian ini bisa menghindari antibodi yang sudah terbentuk sebelumnya dan memiliki peningkatan kemampuan penularan.
"Mutasi ganda ini bisa memberi virus kemampuan menghindari kekebalan tubuh dan peningkatan infektivitas. Mutasi sudah ditemukan pada sekitar 15-20 persen sampel dan tidak sama seperti VOC (variant of concern -red) lain yang sudah dilaporkan," tulis Kemenkes India dalam pernyataan yang dikutip pada Kamis (25/3/2021).
Investigasi saat ini sedang berlangsung untuk mencari bukti penguat dampak mutasi yang dimiliki varian.
Pemerintah membantah kenaikan kasus COVID-19 yang saat ini terjadi di India terjadi karena kemunculan varian ini. Otoritas setempat menyebut masih belum ada cukup bukti kuat yang mengaitkan keduanya.
"Varian ini belum terdeteksi dalam jumlah yang cukup untuk bisa ditarik hubungan sebab-akibat menjelaskan peningkatan kasus di beberapa daerah," kata Kemenkes India.
Para ahli menjelaskan bahwa virus secara alami akan selalu bermutasi bila diberi kesempatan. Cara mencegahnya yaitu dengan mengendalikan penularan dan menekan kasus.
Kehadiran berbagai varian COVID-19 perlu dihadapi dengan meningkatkan disiplin protokol kesehatan.
https://kamumovie28.com/movies/madame-freedom-2/
7 dari 10 Mantan Pasien COVID-19 Tak Bisa Benar-benar Sembuh, Kok Bisa?
Penelitian di Inggris menunjukan 7 dari 10 mantan pasien COVID-19 mengaku tak bisa benar-benar pulih meski sudah dinyatakan sembuh.
Sedangkan, 1 dari 5 mengaku tak bisa kembali bekerja dan beraktivitas normal seperti waktu belum terinfeksi.
"Hasil kami menunjukan gejala berat, gangguan kesehatan mental dan fisik, serta muncul kerusakan organ hingga 5 bulan setelah terkena COVID-19," terang Rachael Evans, profesor di Universitas Leicester dan konsultan pernapasan di rumah sakit Leicester, dikutip dari CNN, Kamis (25/3/2021).
Menurut penelitian yang dilakukan pada 1.077 pasien COVID-19 tersebut, hanya 29 persen responden mengaku benar-benar pulih setelah dinyatakan sembuh.
Lebih dari 90 persen di antaranya turut mengaku mengalami gejala berkepanjangan dan sulit disembuhkan.
Disebutkan, gejal-gejala paling umum dialami pengidap Long COVID adalah nyeri otot, nyeri sendi, kelelahan, penurunan kondisi fisik, gangguan tidur, napas pendek, dan kesulitan mengingat atau berkonsentrasi.
"Terlihat jelas bahwa mereka yang membutuhkan ventilasi mekanis dan perawatan insentif membutuhkan waktu lebih lam untuk pulih," imbuh Prof Evans.
Pula dipaparkan, gejala COVID-19 berkepanjangan turut berimbas pada kondisi mental.
25 persen responden mengalami gejala klinis depresi dan gangguan kecemasan. Sedangkan 12 persen mengalami trauma atau post-traumatic stress disorder (PTSD).