Kamis, 18 Juni 2020

Jebakan di Aplikasi 'Percantik Wajah', Inilah Bahaya Adware

 Google sudah berulang kali merazia aplikasi berbahaya dari Play Store, mayoritasnya adalah aplikasi foto yang menjual fungsi mempercantik wajah, atau lazim disebut beautification.
Aplikasi yang dirazia itu dianggap berbahaya karena mengandung adware, yaitu software yang menyusupkan iklan ke perangkat korbannya. Parahnya, adware ini adalah salah satu ancaman cyber yang paling populer saat ini.

Adware mungkin terlihat tak berbahaya bagi si korban, karena dianggap tak bisa mencuri dari korban. Padahal ini adalah anggapan yang salah, karena ada juga adware yang bisa mencuri data-data perbankan si korban, dan bahkan dipakai untuk memata-matai korbannya.

Contoh adware berkemampuan super itu adalah Agent Smith, yang menurut peneliti di Check Point menginfeksi lebih dari 25 juta perangkat mobile di seluruh dunia tanpa diketahui korbannya.

Namun yang menjadi masalah utama dari adware adalah cara infeksinya, yang bisa disusupkan ke perangkat si korban tanpa terdeteksi, dan sulit atau malah hampir tak bisa, dihapus dari ponsel. Sebabnya modul adware ini terus berubah dan menerapkan teknik baru yang sulit dideteksi oleh pengguna, dan bahkan oleh perusahaan keamanan cyber.

Contohnya adalah 49 adware yang ditemukan menyusup ke dalam Play Store oleh Trend Micro pada 2019 lalu. Semua adware itu bisa menyembunyikan diri di dalam ponsel, menerapkan taktik unik yang membuatnya sulit dideteksi dan tak bisa dihapus.

Adware bisa menghasilkan keuntungkan yang relatif instan bagi para penyebarnya karena mereka bisa mendapat pemasukan dari setiap iklan yang disusupkan dan ditampilkan di ponsel korban.

Sementara kerugian bagi si korban adalah kenyamanannya dalam menggunakan ponsel tentu akan terganggu, apalagi seringkali iklan yang ditampilkan adware itu hampir memenuhi halaman ponsel dan sulit ditutup. Bahkan dalam sejumlah kasus, saking banyaknya iklan yang ditampilkan, ponsel korban menjadi panas dan lambat.

Mengingat adware ini sulit dihapus jika sudah terlanjur diinstal, maka pengguna harus hati-hati sebelum menginstal aplikasi, yaitu dengan melihat akses ke fitur apa saja yang diminta oleh aplikasi tersebut.

Lalu jika ada aplikasi yang sudah terlanjur diinstal dan mendadak berperilaku aneh seperti menampilkan banyak iklan, sebaiknya aplikasi tersebut segera dihapus. Dan terakhir, pengguna bisa menggunakan aplikasi keamanan cyber terpercaya di ponselnya.

Rekor Penambahan Kasus Positif Corona di RI, Total Jadi 42.762 Kasus

 Jumlah pasien positif Corona pada Kamis (18/6/2020) bertambah 1.331 kasus menjadi 42.762. Penambahan ini mencatatkan rekor terbanyak sejauh ini.
Rekor penambahan pasien positif sebelumnya tercatat di 10 Juni. Kala itu penambahan kasus positif sebanyak 1.241 kasus. Adapun wilayah dengan penambahan kasus terbanyak berada di provinsi Jawa Timur dengan penambahan 384 kasus.

Berikut ini detail perkembangan kasus virus Corona di Indonesia pada Kamis (18/6/2020):

1. Jumlah kasus positif bertambah 1.331 menjadi 42.762
2. Jumlah pasien sembuh bertambah 555 menjadi 16.798.
3. Jumlah pasien meninggal dunia bertambah 63 menjadi 2.339.

Data tersebut merupakan akumulasi yang tercatat hingga pukul 12.00 WIB hari ini.

Sebelumnya pada Rabu (17/6/2020), jumlah akumulatif kasus positif berada di angka 41.431 dengan 16.243 di antaranya sembuh dan 2.276 meninggal.

Begini Tantangan Penerapan Network Sharing di Indonesia

Penerapan network sharing dianggap punya sejumlah kesulitan dalam penerapannya, utamanya jika dilakukan antar sesama penyelenggara jaringan.
Menurut Muhammad Arif Angga, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel), mekanisme network sharing atau berbagi jaringan di industri telekomunikasi sudah berjalan sangat baik, yaitu di perangkat telekomunikasi pasif seperti tower atau menara telekomunikasi dan ducting. Tentu saja sharing ini menghemat CAPEX.

Lain halnya jika dilakukan antar sesama penyelenggara jaringan, karena mereka berada pada pasar yang sama, yaitu penyewaan jaringan. Justru, network sharing antar penyelenggara jaringan berpotensi menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat dan kanibalisme.

"Sekilas sharing itu menguntungkan bagi penggelaran jaringan karena tidak perlu investasi. Namun network sharing antara sesama penyelenggara jaringan berpotensi menimbulkan perebutan pangsa pasar yang sama. Sebab mereka berusaha di jalur dan pangsa pasar sama," ungkap Angga.

Angga melanjutkan, kondisi sulitnya sharing juga dialami penyelenggara selular. Jika salah satu operator telah melakukan investasi besar-besaran, lalu diminta untuk melakukan sharing jaringan dan frekuensi di satu wilayah, maka ada potensi pangsa pasar penyelenggara selular tersebut digerus operator yang baru masuk dengan mekanisme sharing tersebut.

Penyelenggara yang baru masuk tentu akan melakukan promosi dan menjual harga yang murah atau bahkan dibawah harga produksi untuk mendapatkan market di tempat baru tersebut. Akibatnya akan terjadi persaingan yang tidak sehat dan saling kanibal.

"Sehingga network sharing itu tidak mudah juga bagi penyelenggara jaringan dan penyelenggara selular. Justru jika network sharing dilakukan dengan gegabah akan berpotensi saling membunuh antar penyelenggara jaringan. Operator yang baru masuk di suatu wilayah dengan network sharing akan melakukan perang harga," jelasnya.

Hal ini berbeda dengan network sharing antara penyelenggara jaringan dengan penyelenggara jasa yang saat ini sudah berjalan dengan baik. Pasalnya penyelenggara jasa hanya menyewa dari pemilik jaringan dan mereka tidak bersaing secara langsung.

Perang harga antara sesama penyelenggara jaringan akan berujung pada persaingan usaha tidak sehat yang dapat mengancam keberlangsungan industri. Bagaimana penyelenggara jaringan bisa menggelar jaringan dengan agresif kalau bisnisnya sendiri tidak sustainable.
Di sisi lain, penyelenggara jasa atau perusahaan ISP hanya melakukan fungsi intermediasi penyedia layanan telekomunikasi. ISP hanya membutuhkan satu router dan mereka sudah bisa berjualan jasa telekomunikasi.

Penyelenggara jasa telekomunikasi tak perlu membangun NAP (Network Access Provider). Mereka cukup menyewa dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang memiliki NAP. Artinya risiko bisnis yang dihadapi penyelenggara jasa jauh lebih kecil. Dengan modal yang sedikit akan didapatkan pengembalian modal dalam waktu singkat ditambah margin yang lumayan.

Sedangkan untuk penyelenggara jaringan atau operator selular baru bisa mendapatkan pemasukan setelah membangun jaringan dan menjual kapasitas jaringan tersebut. Investasi yang dikeluarkan penyelenggara jaringan nilainya besar dan waktu pengembaliannya juga lama. Disamping itu, risiko serta ketidakpasitian bisnis yang dihapapi juga tinggi.

"Kalau ditanya mana yang lebih cepat mendapatkan keuntungan, tentunya menjual jasa telekomunikasi jauh lebih cepat. Anggota APJATEL harus menggeluarkan CAPEX yang besar pengembalian modalnya memerlukan waktu yang panjang. Baru bisa untung setelah 5 tahun," papar Angga.

Angga meminta agar pemerintah dapat membuat aturan yang jelas. Jangan karena ingin mengurangi CAPEX, justru nantinya berakibat pada lesunya pembangunan jaringan telekomunikasi.

Dalam UU 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, pada Pasal 9 juga dijelaskan, network sharing hanya diperkenankan antara penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa. Bukan antara penyelenggara jaringan.

Hal ini menjadi tantangan dalam menerapkan network sharing dari aspek regulasi. Untuk itu diperlukan terobosan Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang visioner dan melihat kedepan, dimana network sharing diatur sebagai persiapan untuk menghadapi kebutuhan teknologi masa baru.

"Mustahil network sharing diberlakukan di Jakarta karena ada 50 perusahaan penyelengara jaringan. Logikanya jumlah penyelenggara jasa lebih dari itu. Pasti sulit untuk mengaturnya. Jika kita ingin menjalankan amanah UU Telekomunikasi agar telekomunikasi dapat dinikmati seluruh masyarakat Indonesia, maka regulasi network sharing harus diberlakukan di daerah-daerah yang penetrasi broadband masih rendah. Tujuannya agar terhindar dari kanibalisme antar penyelenggara," tutup Angga.
https://nonton08.com/fucking-berlin/