Jumat, 05 Februari 2021

Komnas KIPI Laporkan 146 Efek Samping Vaksin Corona, Ada Reaksi Serius

 Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), Prof Dr dr Hinky Hindra Irawan Satari, SpA(K), MTropPaed, menyebut sudah ada 146 laporan efek samping vaksin Corona Sinovac di Indonesia. Ada sedikit kasus yang dicatat mengalami reaksi serius namun sudah bisa teratasi.

"Ada 146 per kemarin. Ada (reaksi serius) tapi berhasil diobati dan dirawat dan pulang," katanya saat dihubungi detikcom Kamis (4/2/2021).


Sementara dari sejumlah laporan yang diterima, Prof Hindra menyebut paling banyak hanya mengeluhkan efek samping mengantuk dan nyeri di bagian tangan. Prof Hindra kembali menjelaskan efek samping pasca disuntik vaksin Corona bisa mulai dari reaksi lokal, umum, hingga serius.


"Reaksi lokal tuh kan pada tempat suntikan bisa terjadi nyeri, merah, bengkak, pengerasan, gatal, iya kan pegal," katanya.


"Reaksi menyeluruh demam, pusing, sakit kepala, mual, muntah, diare, perubahan nafsu makan, lemas, mengantuk," sebutnya.


Adapun reaksi serius menurutnya seperti pasca disuntik penisilin kemudian tiba-tiba mengalami kolaps. Meski begitu, semua efek samping yang dicatat sejauh ini berhasil ditangani.


"Jadi semuanya alhamdulillah dikasih obat ada yang nggak dikasih obat diobservasi, sampai saat ini aman," bebernya.


Lagi-lagi Prof Hindra mengingatkan, bahwa efek samping yang muncul pasca disuntik vaksin Corona tak bisa selalu dikaitkan dengan vaksin. Banyak pertimbangan dan observasi yang perlu dilakukan salah satunya terkait lama kejadian hingga penyakit yang diidap orang tersebut.


Prof Hindra juga sempat menghimbau agar warga sebaiknya tak khawatir berlebihan terkait vaksinasi COVID-19.


"Jadi, upaya vaksinasi itu merupakan salah satu upaya tambahan. Kalau menerima berita yang tidak pasti sumbernya dari mana, tidak usah diteruskan. Cukup di kita saja, dan pastikan bahwa semua keluarga divaksinasi, karena apabila keluarga kita aman, InsyaAllah, bangsa dan negara ini aman. Mari kita lanjutkan vaksinasi," jelas Prof Hindra.

https://nonton08.com/movies/my-little-nightmare-the-movie/


Guru Besar FKUI Desak Prioritaskan Nakes Lansia Dapat Vaksin COVID-19


 Tidak seperti banyak negara lain yang melakukan vaksinasi COVID-19, Indonesia tidak memprioritaskan kelompok lansia sebagai penerima pertama vaksin Corona padahal kelompok ini termasuk yang rentan terinfeksi COVID-19.

Kelompok prioritas penerima vaksin di Indonesia yakni tenaga kesehatan. Namun tak semua nakes bisa terima vaksin, termasuk mereka yang berusia 60 tahun ke atas.


Melihat persoalan ini, Prof dr Abdul Muthalib, SpPD-KHOM, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, meminta Kementerian Kesehatan untuk memprioritaskan nakes di atas 60 tahun untuk divaksin COVID-19.


"Mohon nakes yang masih bekerja meskipun umurnya 60 tahun ke atas diprioritaskan setelah nakes yang masih muda," kata Prof Muthalib di sela-sela agenda Webinar World Cancer Day 2021 Vaksin COVID-19 dan Kanker, Kamis (4/2/2021).


Menanggapi, juru bicara vaksinasi Kemenkes RI dr Siti Nadia Tarmidzi mengatakan usia di atas 60 tahun diperkirakan akan menjadi kelompok penerima vaksin ketiga setelah petugas pelayanan publik.


"Tetapi tentunya kami masih menunggu kajian dari Badan POM terkait aspek keamanan untuk bisa mendapatkan, misalnya apakah untuk saat ini kita menggunakan vaksin Sinovac apakah bisa diberikan secara aman di atas usia 60 tahun," ujarnya.


Saat ini Indonesia tengah menunggu kedatangan vaksin Corona yang dikembangkan AstraZeneca. Vaksin ini dinilai aman diberikan pada mereka yang berusia di atas 60 tahun.


Syarat penerima vaksin COVID-19 dari segi usia masih jadi pertimbangan dan bahan kajian. Kemenkes mengatakan menunggu masukan dari organisasi profesi tak hanya terkait usia, tetapi komorbid yang menyertai.


"Kami menunggu dari Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam, ahli imunologi untuk memberikan masukan terkait di atas usia 60 thn dengan beberapa komorbid," pungkas dr Nadia.

https://nonton08.com/movies/female-war-a-nasty-deal/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar