Senin, 25 Januari 2021

Viral Dokter Wafat Usai Divaksin Corona, Kemenkes: Tak Ada Laporan KIPI

 Viral seorang dokter asal Palembang disebut-sebut meninggal usai suntik vaksin Corona. Juru bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi mengaku sudah mendengar kabar tersebut.

dr Nadia menjelaskan kabar viral meninggalnya dokter 49 tahun asal Palembang ini tak berkaitan dengan vaksin Corona. Tak ada laporan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang berkaitan dengan meninggalnya dokter ini.


"Iya (sudah terima kabar). Tapi bukan laporan KIPI ya. Enggak (berkaitan dengan vaksin)," kata dr Nadia melalui pesan singkat kepada detikcom Minggu (24/1/2021).


Lebih lanjut, dr Nadia menjelaskan masih belum mendapat laporan resmi terkait meninggalnya dokter asal Palembang. Namun, berdasarkan informasi awal. dokter tersebut mengalami tanda kekurangan oksigen.


"Belum ya, kami belum menerima informasi resmi. Tapi informasi awal dari hasil pemeriksaan diinfokan adanya tanda-tanda kekurangan oksigen dan ini bukan merupakan gejala dari KIPI vaksin," lanjutnya.


Kabar ini mulanya diunggah salah satu akun di Facebook. Akun bernama Prof Yuwono menyebut seorang dokter meninggal usai menerima vaksin Corona, dokter tersebut juga dijelaskan tak memiliki komorbid dan riwayat dirawat di rumah sakit.


Berikut pesan viral yang diunggah dalam akun Facebook Prof Yuwono.


"ALLAHUMMAGHFIRLAHU


Semalam sahabatku (dokter, 49 thn) ditemukan wafat di mobilnya. Kamis kemarin ia divaksin. Ia tidak punya comorbid & tak ada riwayat dirawat di rumah sakit.


Apakah ini ada hubungannya dgn vaksin? Perlu penjelasan dari dinkes kota sebagai penanggungjawab vaksin sekaligus lembaga di mana sahabatku mengabdi. Sebagai dokter saya sdh bilang bhw pemberian vaksin atau obat apapun harus benar2 ilmiah dg jaminan safety & efficacy yg baik.


Tidak ada yg kebetulan di dunia ini dan tidak ada mushibah termasuk kematian kecuali sudah digariskan oleh Allah. Manusia diberi kebebasan bersikap & bertindak sesuai dgn kapasitas keilmuannya. Karena itu saya tak jemu mengingatkan utk selalu memutuskan, bersikap & berbuat berdasarkan ilmu bukan berdasar kepentingan.


Moga para pemimpin bijak dalam hal apapun krn mereka akan diminta pertanggungjawabannya.


Selamat jalan sahabatku, Allah menyayangimu," tulis akun Facebook Prof. Yuwono

https://kamumovie28.com/movies/high-rise-2/


Kenapa Vaksin Sinovac Bisa Disuntikkan Meski Uji Klinis Fase 3 Belum Selesai?


Meski vaksinasi COVID-19 sudah dimulai sejak 13 Januari lalu, masih banyak yang mempertanyakan soal keamanannya. Hal tersebut berkaitan dengan uji klinis fase III vaksin Corona Sinovac yang belum selesai.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny K Lukito pun menjelaskan alasan mengapa vaksin Corona Sinovac sudah boleh disuntikkan meski uji klinis fase ketiga belum rampung.


"Nah ada persetujuan, emergency use authorization. Itu bisa kita keluarkan di mana situasi darurat," kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam webinar Ikatan Alumni ITB, pada Sabtu (16/1/2021) lalu.


Penny menegaskan, meski uji klinis fase III belum selesai, vaksin Sinovac ini sudah terbukti secara ilmiah memiliki mutu yang baik. Bukti ini sudah cukup agar vaksin Corona Sinovac bisa diberikan di situasi darurat.


"Sudah ada deklarasi bahwa situasi darurat, bukti ilmiah yang sudah cukup ada bahwa ada mutu dari produk vaksin yang sudah bisa dipertanggungjawabkan," jelas Penny.


"Dan yang penting adalah ada manfaat yang lebih besar dibandingkan risiko apabila tidak ada vaksinasi. Dan tentunya belum ada alternatif lain, dan itulah yang membuat izin penggunaan bisa diberikan walaupun dengan uji klinis itu sendiri masih dalam pemantauan full report yaitu 6 bulan," lanjutnya.


Selain itu, Penny menjelaskan tingkat efikasi dari vaksin Sinovac yang saat ini telah diberikan pada tenaga kesehatan di Indonesia sudah melebihi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).


Menurut WHO, vaksin boleh digunakan dengan efikasi minimal 50 persen. Sementara vaksin Sinovac ini memiliki angka efikasi lebih besar yaitu 65 persen.


"Jadi untuk menerbitkan EUA itu ada beberapa data yang harus kita kumpulkan dulu. Pertama data uji klinis fase 1 dan 2 dalam pemantauan yang full 6 bulan untuk menunjukkan keamanan dan imunogenitas vaksin. Ini untuk melengkapi, karena kita akan menerbitkan use authorization dengan data uji klinis fase III," tuturnya.


"Dengan analis pemantauan 3 bulan untuk menunjukkan keamanan, imunogenitas plus efikasi vaksin. Di mana standarnya dibolehkan minimal 50 persen," ujar Penny.

https://kamumovie28.com/movies/youtubers/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar