Senin, 22 Juni 2020

Kasus DBD di RI Capai 68 Ribu, Berikut Sebarannya Per 21 Juni

 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat ada 68 ribu kasus demam berdarah (DBD) di seluruh Indonesia. Kasus DBD tertinggi berada di Jawa Barat, yaitu 10.594 orang per 21 Juni 2020.

"Jadi kalau kita lihat, saat ini yang tertinggi misalnya Provinsi Jabar, kemudian ada Provinsi Lampung, kemudian ada NTT, Jatim, Jateng, dan Yogyakarta. Termasuk juga Sulawesi Selatan yang kita tahu juga secara jumlah kasus COVID-nya cukup tinggi," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik di Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmizi, MEpid, di siaran langsung BNPB melalui kanal YouTube, Senin (22/6/2020).

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, berikut adalah detail sebaran kasus DBD di Indonesia dari tertinggi hingga terendah per 21 Juni 2020:

Jawa Barat 10.594
Bali 8.930
Nusa Tenggara Timur 5.432
Jawa Timur 5.104
Lampung 4.983
Nusa Tenggara Barat 3.796
DKI Jakarta 3.628
Jawa Tengah 2.846
DI Yogyakarta 2.720
Riau 2.143
Sulawesi Selatan 2.100
Sumatera Selatan 1.749
Jambi 1.587
Kalimantan Timur 1.459
Sumatera Utara 1.345
Kalimantan Selatan 1.310
Banten 1.107
Sumatera Barat 848
Sulawesi Tenggara 739
Bangka Belitung 695
Sulawesi Utara 675
Kalimantan Barat 652
Sulawesi Tengah 614
Kalimantan Tengah 603
Kepulauan Riau 556
Aceh 527
Sulawesi Barat 520
Bengkulu 516
Gorontalo 508
Maluku Utara 203
Kalimantan Utara 127
Papua Barat 121
Maluku 11
Papua 5

Apa Pemicu Gelombang Kedua Corona dan Benarkah Menjadi Lebih Ringan?

Beberapa negara kini melaporkan lonjakan kasus baru usai melonggarkan pembatasan atau lockdown. Seperti yang terjadi di China, lonjakan kasus lokal Corona dilaporkan terpusat di Beijing.
Namun, seperti apa sih gelombang kedua Corona? Akankah sama seperti yang terjadi pada gelombang pertama, atau lebih buruk dari yang sebelumnya dan apa yang memicu gelombang kedua Corona?

Dikutip dari BBC, berikut penjelasannya:

Akankah gelombang kedua sama dengan gelombang pertama?
Dr Adam Kucharski dari London School of Hygiene dan Tropical Medicine menjelaskan gelombang kedua Corona memiliki kemungkinan berlangsung lebih lama. Hal ini dikarenakan masih begitu banyak orang yang rentan pada infeksi virus Corona.

"(Tetapi) jika kasus Corona naik lagi kita dapat memperkenalkan kembali strategi untuk menekan gelombang kedua, itu selalu merupakan pilihan yang tersedia bagi kita," kata Dr Kucharski.

Apa yang bisa memicu gelombang kedua?
Ahli menyebut hal yang bisa memicu gelombang kedua Corona adalah mengabaikan pembatasan atau melonggarkan lockdown telalu jauh.

"Teka-teki pamungkas (strategi menghadapi pandemi Corona) adalah bagaimana mempertahankan kontrol, sambil meminimalkan gangguan setiap hari," kata Dr Kucharski.

Ahli menyebut itulah sebabnya langkah-langkah melonggarkan pmembatasan dilakukan secara bertahap dan cara-cara baru untuk mengendalikan pandemi Corona terus diberlakukan, seperti pelacakan kontak dan menggunakan masker.

Apakah virus Corona akan menjadi lebih ringan dan tidak lagi menjadi masalah?
Muncul dugaan gelombang kedua Corona menjadi tidak lebih berbahaya dari sebelumnya. Teorinya disebutkan bahwa virus akan menyebar lebih jauh jika mereka tidak membunuh inangnya dan menjadi lebih ringan.

"Tapi itu tidak dijamin, ini sedikit hal yang malas yang dilakukan beberapa ahli virus," kata Prof Ball, pakar Inggris.

Disebutkan, lebih dari enam bulan memasuki pandemi Corona, tidak ada bukti jelas bahwa virus bermutasi menyebar dengan lebih mudah atau menjadi tidak begitu mematikan.

"Saya pikir virus berjalan dengan sangat baik saat ini. Orang-orang sering mengalami infeksi yang sangat ringan atau tanpa gejala, jika mereka dapat menularkan maka tidak ada alasan untuk membayangkan coronavirus perlu menjadi lebih ringan," ujar Prof Ball.
https://nonton08.com/cast/baim-wong/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar