Sabtu, 10 April 2021

Fakta-fakta Hipersomnia yang Bikin Echa 'Putri Tidur' Terlelap 13 Hari

  Sempat viral pada 2017, Siti Raisa Miranda alias Echa kembali jadi perbincangan. Gadis asal Banjarmasin Kalimantan Selatan ini kembali tertidur berhari-hari, diduga karena hipersomnia.

Echa sempat dirawat di RSUD Dr Ansari Saleh, tetapi dibawa pulang setelah hasil pemeriksaan menunjukkan kondisi yang 'normal-normal' saja. Hanya durasi tidurnya saja yang tidak 'normal' karena sudah sepekan lebih tidak benar-benar terbangun.


Beberapa fakta seputar kondisi Echa terangkum sebagai berikut.


1. Dikaitkan dengan hipersomnia

Tidur berlebih atau selalu mengantuk meski sudah tidur cukup merupakan ciri-ciri hipersomnia. Dikenal juga dengan istilah excessive daytime sleepiness (EDS).


Hipersomnia kerap dikaitkan juga dengan sindrom langka Kleine-Levin Syndrome atau sindrom putri tidur. Pengobatan untuk sindrom ini hingga kini belum tersedia.


2. Risiko kurang cairan

Tidur dalam jangka waktu sepekan lebih tentu berisiko menghambat asupan nutrisi dan cairan. Sementara cairan tubuh tetap keluar melalui urine maupun penguapan dari permukaan kulit, asupan minum akan sangat terbatas.


Pakar hidrasi dari RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr Pringgodigdo Nugroho, SpPD-KGH mengingatkan perlunya pemeriksaan pada Echa.


"Jelas ini membutuhkan diganti pengeluaran itu, kalau selama itu tidak ada asupan cairan kita harus pertanyakan, saya rasa nggak bisa itu kalau bertahan selama itu," katanya.


Sementara, orang tua Echa mengaku memberikan asupan susu cokelat ketika Echa terbangun sebentar. Segera setelah minum susu, Echa kembali terlelap.


3. Siapa yang berisiko?

Hipersomnia bisa dialami siapa saja. Beberapa kondisi bisa meningkatkan risiko seperti:


Sleep apnea

Gangguan fungsi ginjal

Gangguan jantung

Gangguan saraf otak

Depresi atipikal

Hipotiroid

https://kamumovie28.com/movies/lazer-team-2/


Sudah Mau Ramadhan, Perlukah Check-Up Kesehatan Sebelum Puasa?


Menjaga kesehatan tubuh merupakan hal yang penting dilakukan, terutama di bulan Ramadhan agar tubuh tetap kuat untuk melakukan berbagai aktivitas seharian selama berpuasa.

Apalagi, di masa pandemi seperti saat ini di mana banyak terjadi perubahan gaya hidup lantaran mobilitas yang semakin terbatas, sehingga risiko penyakit tidak menular pun menjadi turut meningkat.


Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan seseorang adalah melalui pemeriksaan kesehatan yang bisa dilakukan dengan mengunjungi dokter.


Sebelum bulan puasa dimulai, perlukah melakukan pemeriksaan medis?

Menurut dokter spesialis penyakit dalam, dr Imelda Maria Loho, SpPD, dari Rumah Sakit Pondok Indah Puri Indah, bulan Ramadhan tidak bisa dijadikan patokan bahwa seseorang harus meningkatkan frekuensi pemeriksaan kesehatannya.


Hanya saja, bagi orang-orang yang telah cukup lama tidak melakukan pemeriksaan kesehatan, maka sebelum bulan Ramadhan dimulai, dr Imelda menyarankan untuk segera melakukan pemeriksaan kesehatan tersebut.


"Namun, bila sudah cukup lama tidak melakukan pemeriksaan kesehatan, misalnya dalam satu tahun terakhir belum melakukan pemeriksaan kesehatan, maka sebaiknya sebelum bulan Ramadhan dilakukan pemeriksaan kesehatan," kata dr Imelda dalam diskusi online, Kamis (8/4/2021).


Bentuk pemeriksaan kesehatan yang bisa dilakukan sebelum menyambut bulan suci Ramadhan dapat berupa pemeriksaan gula darah dan lemak darah. Pasalnya, diabetes yang tidak terdeteksi memerlukan penanganan secepat mungkin.


"Jangan sampai ketika bulan Ramadhan kemudian mengalami komplikasi diabetes, seperti gula darah yang tiba-tiba drop, atau mungkin gula darah yang terlalu tinggi karena mungkin saat berbuka terlalu banyak makan yang manis-manis," jelasnya.

https://kamumovie28.com/movies/darkest-hour/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar