Jumat, 13 Maret 2020

Imbas Corona, Pariwisata Indonesia Rugi Rp 21,8 Triliun

 Virus Corona yang masih menjangkiti dunia termasuk Indonesia telah membuat sektor pariwisata terpukul. Imbasnya, kerugian ditaksir mencapai USD 1,5 miliar atau sekitar Rp 21,8 triliun (kurs 1 USD= Rp 14.510).

Hal ini disampaikan Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Hariyadi Sukamdani dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (12/3/2020).

"Untuk sementara waktu untuk sektor pariwisata kami menghitung sudah mengalami kerugian USD 1,5 miliar. Itu dari turis Tiongkok sendiri saja sudah USD 1,1 miliar. Dan ditambah dengan ikutan-ikutan yang lain paling sedikit ada USD 400 miliar," kata Hariyadi.
Baca juga: Live Report: Efek Virus Corona ke Wisata


Kerugian ini menurut Hariyadi akan terus berlanjut bila masyarakat tidak melakukan aktivitas. Selain itu, kerugian yang telah ia sebutkan tersebut juga belum dihitung berdasarkan supply chain baik untuk perhotelan maupun restoran.

"Supply chain-nya untuk hotel lebih dari 500 jenis untuk operasional hari-hari. Ini menyangkut UKM. Sehingga permasalahan ini tidak se-simple apa yang dibayangkan tapi betul-betul menghentikan ekonomi masyarakat, " Heriyadi menerangkan.

Sebelumnya Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga memprediksi ada potensi kehilangan devisa dari sektor pariwisata senilai USD 530 juta akibat virus Corona ini.

Sementara itu dari banyaknya kerugian yang diderita sektor pariwisata, Hariyadi menjelaskan bahwa kerugian ini tak hanya terpusat di satu destinasi wisata tetapi telah menjalar ke seluruh Indonesia. "Waktu pertengahan Januari itu daerah-daerah tertentu seperti Manado, Bali, dan di Batam. Tapi sekarang yang terjadi adalah semuanya sudah mulai terdampak," ujarnya.

Di Bali sendiri rata-rata okupansi hotel hanya 20 persen khususnya di daerah-daerah yang banyak dikunjungi oleh individual traveler seperti Kuta, Sanur, Legian, Ubud dan Jimbaran. Kondisi ini menyebabkan tenaga karyawan harian di hotel sementara ini tidak digunakan dan karyawan kontrak bekerja secara bergantian.

Sejarah Glenmore, Jejak Eropa yang Tersembunyi di Banyuwangi

Sejak kecil, Arif Firmansyah terpaksa harus memendam rasa penasaran akan nama Kecamatan Glenmore, tempat dia dilahirkan dan menempuh pendidikan hingga selesai Sekolah Dasar. Nama yang aneh. Maklum nama salah satu kecamatan di Banyuwangi, Jawa Timur itu beda jauh dengan daerah di sekitarnya. Seperti: Sugihwaras, Krikilan, Margomulya atau pun Bumiharjo.
Semua nama daerah di Banyuwangi umumnya mengandung unsur bahasa Jawa. Sementara Glenmore, tak ada dalam kamus bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Belanda juga Bahasa Inggris.

Tak hanya Arif, semua rekan sejawatnya satu kampung dan juga banyak orang dari daerah lain heran bahwa di Banyuwangi ada kecamatan dengan nama Glenmore. Bahkan ketika Arif, lulusan Universitas Muhammadiyah Jember tahun 1999 ini menuliskan tempat lahir di Kecamatan Glenmore ada yang menyangka itu adalah daerah di luar negeri.

Bertahun-tahun Arif dan rekan sejawat serta warga di Glenmore memendam rasa penasaran akan nama daerah mereka. Hingga akhirnya tahun 2015 lalu, Arif yang mantan wartawan di sejumlah media ini bersama seorang rekannya M Iqbal Fardian bertekad mengungkap misteri nama Glenmore di Banyuwangi.

Tekad keduanya kian besar ketika sejumlah turis asing yang pernah melintas di Bumi Blambangan kaget saat mendengar ada nama Glenmore di Banyuwangi. Salah satunya adalah Elisabeth yang pernah melihat papan nama Kecamatan Glenmore saat dalam perjalanan Banyuwangi - Jember. Perempuan yang biasa dipanggil Lizzy itu heran, lantaran nama kecamatan itu sama dengan nama daerah tempatnya tinggal yakni di Scotia, Kanada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar