Sabtu, 07 Maret 2020

KLHK: Penutupan Taman Nasional Bukan Barang Baru

Wacana penutupan TN Komodo selama setahun oleh Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat jadi polemik. Namun, penutupan taman nasional bukan barang baru.

Sebelumnya, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat berencana untuk menutup TN komodo selama setahun dengan alasan konservasi. Ia beranggapan kalau populasi rusa yang terus menurun akibat perburuan liar dapat berlangsung pada habitat komodo, pun arus wisatawan yang kian ramai.

Wacana itu pun lantas membuat masyarakat setempat dan para pelaku wisata kocar-kacir. Pasalnya, pariwisata TN Komodo menjadi sumber kehidupan banyak orang. Namun, faktanya penutupan taman nasional bukan lah barang baru. Hal itu diungkapkan oleh Kabiro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Djati Witjaksono, saat dihubungi detikTravel, Rabu (23/1/2019).

"Pertama bukan hal baru, yang berhak nutup bukan gubernur juga, kewenangannya pusat, otoritasnya di kementerian," ujar Djati.

Djati pun mencontohkan, sejumlah taman nasional pernah ditutup sementara waktu untuk dibersihkan. Contohnya seperti TN Gede Pangrango hingga TN Bromo Tengger Semeru yang populer di kalangan pendaki. Hanya saja tidak sampai setahun penuh.

"Di beberapa kawasan taman nasional lain pun selalu begitu, misalnya abis 17-an Agustus banyak orang mendaki di daerah Gunung Gede Pangrango, Bromo Tengger Semeru banyak sampah. Maka ditutup dulu pengunujung untuk perbaikan habitat biar bagus dan pembersihan sampah-sampah tapi sebatas itu. Gak berarti ditutup total gak boleh ada pengunjung gitu. Ini yang masih belum ada titik temu. KIta masih ingin mendengar apa yang diinginkan pemerintah daerah," papar Djati.

Lebih lanjut, setiap taman nasional di Indonesia itu memiliki keunikan masing-masing yang berbeda satu sama lain. Pihak KLHK selaku pemegang kewenangan pun paham betul akan karakteristik masing-masing taman nasional, termasuk juga waktu untuk konservasi.

"Tiap kawasan memang ada masa-masanya gitu. Misalnya pada musim badai angin ribut, banyak pohon-pohon tumbang. Kita gak akan boleh orang naik gunung takut ketiban segala macam gitu," tutup Djati.

Diketahui, pihak KLHK melalui Dirjen KSDAE berencana untuk bertemu dengan Gubernur NTT, pemerintah provinsi daerah serta pihak Kemenpar dalam waktu dekat untuk bicara lebih lanjut.

Baru Dipasang, Solar Track di Jalur Pendakian Gunung Ijen Hilang

 Sekitar 12 solar track atau lampu penunjuk jalur tenaga matahari di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Ijen hilang. Padahal solar track tersebut baru dipasang empat hari.

Solar track tersebut memang sengaja dipasang di sepanjang jalur pendakian di TWA Gunung Ijen. Ini sebagai penunjuk arah dan penerangan untuk jalan menuju puncak Ijen. Untuk pemasangan tahap pertama ini ada sekitar 60 buah lampu.

"Padahal kita akan pasang sekitar 300an unit akan kita pasang. Tapi karena empat hari kuta pasang hilang, ya kita tunda dulu," ujar Sigit Hari Wibowo, Kepala Pos Taman Wisata Alam Gunung Ijen, kepada detikTravel, Rabu (23/1/2019).

Belum diketahui, penyebab hilangnya solar track di jalur pendakian TWA Gunung Ijen ini apakah faktor alam atau memang sengaja dicuri oleh orang- orang yang tidak bertanggung jawab. BKSDA Jawa Timur akan menerjunkan tim untuk menyelidiki hilangnya lampu penunjuk arah bertenaga matahari tersebut.

"Yang terpasang itu pokoknya antara 65. Jadi 600 meter itu dipasang 10 meteran jadi menunjukan itu jalan. Empat harian gitu, ya memang ada yang diambil terus diambil secara paksa pecah itu ada memang. Ini rencana mau 300 lagi tapi dengan kondisi seperti gimana, apakah diteruskan atau tidak. kita sudah sedia 300 lampu lagi," tambahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar