Saat ini, jumlah kasus COVID-19 di dunia sudah mencapai angka 62.162.592 kasus. Sementara di Asia, jumlah kasusnya mencapai 16.871.967.
Indonesia kini mencatat sudah ada 543.975 kasus positif dan 454.879 kasus sembuh pada Selasa (1/12/2020). Selain itu, kasus meninggal sudah mencapai 17.081 kasus.
Berdasarkan laporan Worldometers, Indonesia masih masuk ke dalam 10 besar dengan jumlah kasus tertinggi di Asia. Di peringkat pertama, masih ada India dengan jumlah kasus COVID-19 mencapai lebih dari 9 juta kasus.
Berdasarkan laporan worldometers per Rabu (2/12/2020), berikut detail peringkat kasus COVID-19 di Asia.
1. India
Total kasus: 9.495.661
Meninggal: 138.090
Sembuh: 8.926.950
2. Iran
Total kasus: 975.951
Meninggal: 48.628
Sembuh: 677.963
3. Turkey
Total kasus: 668.957
Meninggal: 13.936
Sembuh: 409.320
4. Iraq
Total kasus: 554.767
Meninggal: 12.306
Sembuh: 484.570
5. Indonesia
Total Kasus: 543.975
Meninggal: 17.081
Sembuh: 454.879
6. Bangladesh
Total kasus: 467.225
Meninggal: 6.675
Sembuh: 383.224
7. Filipina
Total kasus: 432.925
Meninggal: 8.418
Sembuh: 398.782
8. Pakistan
Total kasus: 400.482
Meninggal: 8.091
Sembuh: 343.286
9. Arab Saudi
Total kasus: 357.623
Meninggal: 5.907
Sembuh: 347.176
10. Israel
Total kasus: 338.127
Meninggal: 2.877
Sembuh: 324.449
https://indomovie28.net/movies/naked-lunch/
Terungkap! Dokumen Rahasia soal Kesalahan China Terkait COVID-19 di Awal Wabah
Bocornya dokumen internal milik China bertanda 'tetap rahasia' terungkap. Dokumen tersebut mengungkap beberapa data penanganan COVID-19 di China saat awal wabah merebak.
Salah satu yang jadi sorotan adalah beda angka kasus COVID-19 yang resmi dilaporkan dengan angka yang tertera dalam dokumen tersebut. Pada 10 Februari tercatat ada 5.918 kasus COVID-19, angka ini jauh berbeda, lebih tinggi dua kali lipat dari yang dilaporkan.
Dikutip dari CNN, tidak sinkronnya data kasus baru COVID-19 menunjukan pemerintah setempat yang tidak serius dan lalai dalam menangani wabah ini ketika pertama kali muncul. Fakta tersebut terus disembunyikan oleh pemerintah China.
Dokumen berisi 117 halaman disebut-sebut bocor dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Provinsi Hubei. Tak hanya mengungkap angka kasus baru yang dirahasiakan, dokumen tersebut juga membahas mengenai serangkaian penanganan COVID-19 yang dilakukan oleh pemerintah setempat.
Secara keseluruhan, dokumen tersebut merupakan kebocoran paling signifikan dari China sejak awal pandemi. Dari dokumen tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya keterlambatan penanganan wabah sejak awal oleh otoritas lokal.
Walaupun pemerintah Hubei, China, menjelaskan kasus COVID-19 di awal wabah secara efisien dan transparan, namun dokumen tersebut memberikan gambaran bahwa pejabat kesehatan lokal mengandalkan mekanisme pengujian dan pelaporan yang cacat.
Pada bulan awal Maret, dalam sebuah dokumen dijelaskan bahwa waktu rata-rata antara timbulnya gejala hingga diagnosis yang dikonfirmasi COVID-19 adalah 23,3 hari. Waktu ini secara signifikan dapat membantu memerangi COVID-19.
Pihak China berusaha membantah dokumen tersebut dengan dalih pihaknya dengan menyampaikan transparansi terkait wabah COVID-19.
"Jelas mereka melakukan kesalahan dan bukan hanya kesalahan yang terjadi ketika Anda berurusan dengan virus baru juga kesalahan birokrasi dan bermotif politik dalam cara mereka menanganinya," jelas Yanzhong Huang, seorang rekan senior untuk global kesehatan di Council on Foreign Relations.
Dokumen ini terungkap berbarengan dengan desakan dari Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk mengetahui asal usul munculnya wabah COVID-19. Dalam penuturan WHO, pihaknya mendapatkan akses penuh terhadap penyelidikan oleh pemerintah China.
Namun dalam perkembangannya, akses para ahli internasional soal catatan medial RS dan data kasus di Hubei, China, telah dibatasi. Dokumen internal ini diberikan kepada CNN oleh seseorang yang tidak ingin identitasnya terungkap. Ia hanya ingin mengungkapkan kebenaran di balik wabah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar