Selasa, 07 Juli 2020

10-15 Persen Orang Disebut Kebal Virus Corona, Sisanya Butuh Vaksin

 Ahli imunologi di Inggris memperingatkan bahwa kekebalan terhadap virus Corona hanya bertahan dalam waktu yang singkat. Ini membuat manusia saat ini tidak boleh hanya mengandalkan itu saja untuk mengatasi penyakit COVID-19.
Hal ini disampaikan oleh profesor imunologi di Imperial College London, Danny Altmann. Ia mengatakan, hanya ada 10-15 persen populasi manusia di kota besar yang kebal terhadap virus Corona COVID-19.

"Kekebalan terhadap virus ini terlihat agak rapuh, dan sepertinya hanya sebagian orang yang mungkin memiliki antibodi selama beberapa bulan dan kemudian bisa berkurang," kata Altmann yang dikutip dari Fox News, Selasa (7/7/2020).

"Virus ini sangat menipu dan kekebalan terhadapnya (virus Corona) hanya bertahan dalam waktu yang singkat," imbuhnya.

Selain itu, Altmann juga mengingatkan akan gelombang infeksi kedua yang mungkin terjadi. Tapi, ia percaya pemerintah kemungkinan sudah lebih siap menangani wabah tersebut, dibandingkan saat pertama kali virus itu menyerang dunia.

Altmann juga menyinggung beberapa pemikiran yang mengatakan bahwa virus Corona ini semakin jinak atau bahkan sudah hilang. Ia mengatakan hal ini mungkin hanya pemikiran pribadi untuk menenangkan keadaan.

"Virus ini masih mematikan, masih bisa menginfeksi manusia dengan mudah. Saya pikir kita harus menerima kenyataan tersebut," jelasnya.

"Kita harus terus meneliti obat-obatan dan perawatan yang benar. Dengan itu, kita bisa menghentikan transmisi virus ini," ujar Altmann.

Didesak Ubah Pedoman, WHO Tinjau Laporan Corona Menular Lewat Udara

Baru-baru ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) didesak ratusan pakar untuk mengubah pedoman terkait penularan virus Corona. Sebanyak 239 ahli menyebut virus Corona bisa menular lewat udara.
Dikutip dari Channel News Asia, WHO kini meninjau laporan ratusan pakar tersebut usai surat terbuka disampaikan pada WHO. Dalam surat tersebut diuraikan bukti bahwa virus Corona dapat menyebar dalam partikel-partikel kecil di udara.

Sementara WHO mengatakan SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19, menyebar terutama melalui percikan kecil yang dikeluarkan dari hidung dan mulut orang yang terinfeksi Corona. Namun, dalam sebuah surat terbuka kepada WHO di Jenewa yang diterbitkan pada Senin 6 Juli dalam jurnal Clinical Infectious Diseases, 239 ilmuwan di 32 negara menguraikan bukti bahwa mereka mengatakan partikel virus yang bertahan di udara dapat menginfeksi orang yang menghirupnya.

Karena partikel-partikel yang lebih kecil itu dapat bertahan lama di udara, para ilmuwan mendesak WHO untuk memperbarui panduannya.

"Kami mengetahui artikel itu dan sedang meninjau isinya dengan para ahli teknis kami," kata juru bicara WHO, Tarik Jasarevic, Senin, dalam sebuah email.

Sementara seberapa sering virus Corona dapat menyebar melalui jalur udara atau aerosol dibandingkan dengan percikan atau droplet yang keluar saat batuk dan bersin belum diketahui pasti. Setiap perubahan dalam penilaian WHO terhadap risiko penularan dapat memengaruhi sarannya saat ini untuk menjaga jarak satu meter secara fisik.

Pemerintah, yang bergantung kebijakan panduan WHO mungkin juga harus menyesuaikan langkah-langkah kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk mencegah penyebaran virus Corona. Meskipun WHO mengatakan sedang mempertimbangkan aerosol sebagai kemungkinan rute penularan, masih harus diyakinkan bahwa bukti tersebut benar-benar pasti dan menjamin perubahan dalam panduan Corona WHO.

Dr Michael Osterholm, seorang ahli penyakit menular di University of Minnesota, mengatakan WHO telah lama enggan mengakui penularan aerosol influenza terlepas dari data yang meyakinkan, dan melihat kontroversi saat ini sebagai bagian dari debat yang terjadi dari para pakar.

"Saya pikir tingkat frustrasi akhirnya meningkat sehubungan dengan peran yang dimainkan oleh transmisi udara pada penyakit seperti influenza dan SARS-CoV-2," kata Osterholm.
https://cinemamovie28.com/eldlive-episode-9-subtitle-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar