Minggu, 19 April 2020

Benarkah Virus Corona Bisa Menular Lewat Kentut?

Beberapa waktu lalu, seorang dokter asal Australia bikin heboh karena menyebut kentut bisa menjadi media penularan virus Corona COVID-19. Dugaan ini didasarinya pada temuan virus Corona yang ditemukan dalam tinja.
Mengutip The Sun, disebutkan sebuah tes pada pasien positif Corona menunjukkan bahwa virus Corona COVID-19 dapat bertahan di kotoran manusia.

"Ya, SARS-CoV-2 dapat terdeteksi di tinja," begitu kata Andy Tagg, seorang dokter asal Australia.

"Mungkin SARS-CoV-2 dapat disebarkan melalui kentut tetapi kita masih butuh lebih banyak bukti. Jadi ingatlah untuk selalu menggunakan alat pelindung diri (APD)," lanjutnya.

Belum ada bukti ilmiah yang benar-benar kuat untuk menunjukkan virus Corona dapat ditularkan melalui kentut. Namun kaitan virus Corona dengan pencernaan sudah beberapa kali diteliti. Selain ada temuan virus di feses atau tinja, juga ada keluhan diare sebagai gejala awal virus Corona COVID-19.

Jadi perlukah menghindari orang kentut untuk saat ini? Tanpa ada risiko Corona, rasa-rasanya memang tidak ada yang mau berlama-lama mengendus bau tidak sedap.

Fakta di Balik Motif Batik 'Corona' yang Dipakai Jubir Pemerintah

Baru-baru ini ramai soal batik yang dipakai juru bicara pemerintah dalam penanganan virus Corona COVID-19. Banyak yang mengira motif batik yang sedang dipakainya adalah batik Corona. Benarkah begitu?
Saat dikonfirmasi, dr Achmad Yurianto yang juga merupakan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI (P2P Kemenkes RI) mengungkap kalau batik tersebut bukan merupakan batik Corona seperti yang ramai diperbincangkan.

"Kenapa kok rame? Itu batik setahun lalu waktu ada peringatan hari HIV AIDS," ungkapnya saat dihubungi detikcom pada Minggu (19/4/2020).

Motif pada batik tersebut memang sekilas mirip dengan Corona. Namun pada batiknya terdapat lambang merah yang menggambarkan HIV-AIDS.

"Itu kan ada lambang merahnya. Ada lambang HIV," pungkasnya.

Curhat Perawat Pasien Corona Dapat Stigma Negatif di Masyarakat

Di tengah pandemi virus Corona COVID-19 profesi tenaga kesehatan menjadi sorotan. Karena tenaga kesehatan menjadi garda terdepan yang melakukan perawatan kepada pasien terinfeksi. Salah satu profesi tenaga kesehatan, yakni perawat.
Nurdiansyah, seorang perawat di Rumah Sakit Penyakit Infeks (RSPI) Sulianti Saroso mengatakan di tengah pandemi Corona seorang perawat dapat menangani tiga sampai empat pasien dan menyiapkan semua kebutuhannya selama berada di ruang isolasi.

"Kita menyiapkan kebutuhan pasien, apakah pasien mau ganti baju, kemudian apakah pasien jadwalnya ganti infus, pasien dapat obat, itu kita persiapkan semuanya," kata Nurdiansayah di Graha BNPB, Minggu (19/4/2020).

Menurutnya perawat bisa menghabiskan 30 menit sampai 4 jam di dalam ruangan untuk mengurus pasien di dalam ruangan isolasi tergantung kondisi.

"Tergantung jumlah obatnya, tergantung tindakannya. Jadi satu pasien itu bisa satu jam kalau misal pasiennya tindakannya banyak. Misal pasang infus, ada pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG) atau pemeriksaan jantung, terus kita melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV). Nah ini yang kita lakukan ke pasien," lanjutnya.

Bahkan ia menyebutkan terdapat pasien yang tidak ingin ditinggal perawat. Sehingga seorang perawat mempunyai kewajiban untuk melakukan motivasi ke pasien agar meningkatkan mentalitas dan imunitasnya.

Kemudian ia menyinggung masih adanya stigma negatif yang disematkan kepada tenaga kesehatan khususnya perawat yang merawat pasien virus Corona COVID-19.

"Teman-teman kita, banyak sekali yang mengalami stigma yang negatif, ada teman teman saya yang diusir dari kontrakan, ada teman-teman yang anaknya diasingkan dengan anak tetangganya," pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar