Minggu, 19 April 2020

Fakta di Balik Motif Batik 'Corona' yang Dipakai Jubir Pemerintah

Baru-baru ini ramai soal batik yang dipakai juru bicara pemerintah dalam penanganan virus Corona COVID-19. Banyak yang mengira motif batik yang sedang dipakainya adalah batik Corona. Benarkah begitu?
Saat dikonfirmasi, dr Achmad Yurianto yang juga merupakan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI (P2P Kemenkes RI) mengungkap kalau batik tersebut bukan merupakan batik Corona seperti yang ramai diperbincangkan.

"Kenapa kok rame? Itu batik setahun lalu waktu ada peringatan hari HIV AIDS," ungkapnya saat dihubungi detikcom pada Minggu (19/4/2020).

Motif pada batik tersebut memang sekilas mirip dengan Corona. Namun pada batiknya terdapat lambang merah yang menggambarkan HIV-AIDS.

"Itu kan ada lambang merahnya. Ada lambang HIV," pungkasnya.

Curhat Perawat Pasien Corona Dapat Stigma Negatif di Masyarakat

Di tengah pandemi virus Corona COVID-19 profesi tenaga kesehatan menjadi sorotan. Karena tenaga kesehatan menjadi garda terdepan yang melakukan perawatan kepada pasien terinfeksi. Salah satu profesi tenaga kesehatan, yakni perawat.
Nurdiansyah, seorang perawat di Rumah Sakit Penyakit Infeks (RSPI) Sulianti Saroso mengatakan di tengah pandemi Corona seorang perawat dapat menangani tiga sampai empat pasien dan menyiapkan semua kebutuhannya selama berada di ruang isolasi.

"Kita menyiapkan kebutuhan pasien, apakah pasien mau ganti baju, kemudian apakah pasien jadwalnya ganti infus, pasien dapat obat, itu kita persiapkan semuanya," kata Nurdiansayah di Graha BNPB, Minggu (19/4/2020).

Menurutnya perawat bisa menghabiskan 30 menit sampai 4 jam di dalam ruangan untuk mengurus pasien di dalam ruangan isolasi tergantung kondisi.

"Tergantung jumlah obatnya, tergantung tindakannya. Jadi satu pasien itu bisa satu jam kalau misal pasiennya tindakannya banyak. Misal pasang infus, ada pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG) atau pemeriksaan jantung, terus kita melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV). Nah ini yang kita lakukan ke pasien," lanjutnya.

Bahkan ia menyebutkan terdapat pasien yang tidak ingin ditinggal perawat. Sehingga seorang perawat mempunyai kewajiban untuk melakukan motivasi ke pasien agar meningkatkan mentalitas dan imunitasnya.

Kemudian ia menyinggung masih adanya stigma negatif yang disematkan kepada tenaga kesehatan khususnya perawat yang merawat pasien virus Corona COVID-19.

"Teman-teman kita, banyak sekali yang mengalami stigma yang negatif, ada teman teman saya yang diusir dari kontrakan, ada teman-teman yang anaknya diasingkan dengan anak tetangganya," pungkasnya.

Ilmuwan Sebut Wabah Corona Dimulai September dan Bukan di Wuhan

 Wabah virus corona kemungkinan sudah dimulai pada pertengahan September 2018 dan kota Wuhan bisa jadi bukan area di mana virus ini pertama kali bermula. Demikian hasil sementara riset dari ahli genetik University of Cambridge, Peter Forster.
Forster memimpin proyek penelitian untuk memahami proses terjadinya pandemi COVID-19. Mereka pada akhirnya berharap dapat menemukan orang pertama yang positif corona sebagai sumber wabah awal.

Mereka menciptakan analisis jaringan dengan lebih dari 1.000 genom virus corona. Ada tiga tipe virus ini, mereka sebut A, B, dan C. Tipe A paling mirip dengan virus corona di kelelawar dan diperkirakan sebagai genom virus orisinal yang menjangkiti manusia.

Tipe itu ditemukan di individu China dan Amerika, sedangkan versi mutasi ditemukan di para pasien dari Australia dan juga Amerika. Namun, tipe A bukan jenis yang paling banyak ditemukan di Wuhan, kota pertama di mana COVID-19 pertama kali teridentifikasi, melainkan tipe B.

Tipe C adalah 'anak' dari tipe B, terindentifikasi di kasus-kasus awal di Eropa, Korea Selatan, Singapura dan Hong Kong, tapi tampaknya absen di China daratan. Berdasarkan data yang mereka kumpulkan, wabah virus corona tampaknya dimulai antara 13 September sampai 7 Desember 2019.

"Ini adalah asumsi terbaik yang bisa kami buat saat ini, sambil menunggu analisis sampel dari pasien lain yang disimpan di rumah sakit pada 2019," kata Forster, dikutip detikINET dari Newsweek.

Ia menambahkan, ada kemungkinan wabah corona sebenarnya tidak berasal dari Wuhan karena sampai 17 Januari, hampir semua pasien di sana menderita tipe B. Sedangkan di Guangdong, provinsi yang cukup jauh dari Wuhan, 7 dari 11 pasien malah menderita tipe A.

"Saya cenderung mengatakan penyebaran orisinal dimulai lebih cenderung di selatan China," cetusnya, sembari menggarisbawahi masih dibutuhkan riset lanjutan termasuk dengan meneliti lebih banyak kelelawar dan mungkin hewan lain yang disebut sebagai sumber corona.

"Proyek riset semacam ini akan membantu kita memahami bagaimana transmisi terjadi dan menolong kita mencegah kejadian yang sama di masa depan," cetusnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar