Selasa, 21 April 2020

Pasang Alat Pacu Jantung, Berapa Sih Biayanya?

Alat pacu jantung dibutuhkan oleh mereka yang memiliki penyakit jantung, seperti serangan jantung, gagal jantung, hingga lemah jantung. Kondisi ini membuat frekuensi detak jantung melemah, sehingga dibutuhkan alat untuk bisa membuatnya kembali normal.
"Alat pacu jantung itu fungsinya untuk menjaga detak jantung tetap berfrekuensi yang normal. Bisa mempertahankan fungsi kerja jantung, jadi intinya mempertahankan detak jantung dalam batas normal," ujar dokter ahli jantung dari Siloam Hospital Lippo Village, dr Vito A Damay, SpJP(K), Mkes, FIHA, FICA, FAsCC, pada detikcom, Senin (20/4/2020).

Namun, pemasangan alat bantu ini ternyata butuh biaya yang mahal lho. Setiap pemasangannya, bisa menghabiskan biaya sampai puluhan hingga ratusan juta, terutama untuk yang jenis Cardiac Resynchronization Therapy (CRT) dan Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD).

"Bervariasi sih ya, pokoknya puluhan juta lah. Namun, kalau yang lebih advance seperti CRT dan ICD, itu bisa sampai 90-100 jutaan, ratusan juta lah bisa. Tergantung jenisnya pacu jantung mana yang akan dipasang," katanya.

Menurut dr Vito, meski usia tua lebih berisiko menggunakan alat ini, bukan berarti orang-orang muda tidak mungkin memakainya. Ada saja orang-orang muda yang juga diharuskan untuk menggunakan alat pacu jantung.

"Ada orang muda yang kena, karena dia kena di bagian tertentu ketika serangan jantung. Sehingga harus pake itu (pacu jantung). Orang tua juga nggak semua yang harus pake pacu jantung kan,"

"Jadi balik lagi, ya pencegahan. Kalau nggak mau pasang yang mahal-mahal, nggak mau pasang alat dalam tubuh kita ya yang paling benar pencegahan jangan sampai kena serangan jantung,"

dr Vito menyarankan untuk mulai melakukan pencegahan dengan hidup sehat, menjaga kesehatan, menjaga pola makan, menahan diri tidak makan seperti jeroan, makanan yang berlemak, merokok, hingga rajin berolahraga.

Inikah Sebabnya Virus Corona Lebih Banyak Menyerang Pria?

Sebuah studi menyebut pria lebih rentan terinfeksi virus Corona COVID-19. Ada banyak faktor yang berpengaruh, kebiasaan cuci tangan diyakini sebagai salah satu di antaranya.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menyebut dalam studi Handwashing A Corporate Activity 2009, perempuan lebih sering mencuci tangan jika dibandingkan dengan pria.

"Hanya 31 persen pria dan 65 persen wanita yang rajin mencuci tangan setelah menggunakan toilet umum," demikian keterangan para peneliti, seperti dikutip Channel News Asia.

Penemuan ini kemudian mendorong sebuah perpustakaan di Inggris untuk semakin mengingatkan pengunjung mereka terkait pentingnya mencuci tangan setelah menggunakan toilet umum. Mereka pun menambahkan beberapa poster peringatan di toilet demi meningkatkan kesadaran para pengunjung khususnya pria.

"Kami telah menambah jumlah poster di toilet umum, sehingga pengunjung dapat teringat akan pentingnya kebersihan dengan mencuci tangan," ungkap seorang juru bicara perpustakaan.

Selain itu, sebuah penelitian Universitas Michigan pada 2013 meneliti sekitar 4.000 pengguna toilet di sekitar Lansing Timur, Michigan.

Para peneliti mengungkap kalangan perempuan lebih sering mencuci tangan menggunakan sabun. Durasi mencuci tangan mereka pun lebih lama jika dibandingkan dengan kaum pria.

Berdasarkan penelitian tersebut, sebanyak 14,6 persen pria bahkan tidak mencuci tangannya sama sekali. Sementara, 35,1 persen pria mencuci tangan tidak menggunakan sabun.

Eksekutif humas di New York juga mengatakan, sejak penyebaran virus Corona dia mulai memperhatikan kebiasaan cuci tangan para pria di tempat bekerja. Ia mengatakan banyak pria yang tidak mencuci tangannya setelah buang air kecil.

"Jika Anda berdiri di kamar mandi pria di tempat kerja, dan melihat mereka keluar dari toilet, mereka kebanyakan tidak mencuci tangannya," imbuhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar