Rabu, 29 April 2020

Presiden Ghana soal Lockdown: Ekonomi Bisa Dihidupkan, Orang Mati Tidak

Presiden Ghana, Nana Akufo-Addo, beberapa hari ini jadi sorotan karena sikap tegasnya soal lockdown menghadapi wabah virus corona COVID-19. Ucapannya yang menempatkan nyawa lebih penting dari ekonomi viral di media sosial.
"Kami tahu cara menghidupkan kembali ekonomi. Yang kami tidak tahu adalah bagaimana menghidupkan kembali orang yang mati," tulis akun Twitter resmi Nana pada tanggal 28 Maret 2020.

Ghana diketahui menerapkan kebijakan lockdown selama dua pekan sejak tanggal 30 Maret. Warga hanya diizinkan keluar rumah untuk membeli makanan, air, obat-obatan, serta menggunakan toilet umum.

Cuitan Nana mendapat apresiasi dan diretweet oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus berterima kasih atas pesan yang disampaikan Nana untuk dunia.


Tedros Adhanom Ghebreyesus
@DrTedros
Thank you for sending such a powerful message to the world, my brother @NAkufoAddo, President of #Ghana. Together, for a healthier, safer, fairer world! Together against #COVID19! https://twitter.com/nakufoaddo/status/1243833823458181120?s=21 …

Nana Akufo-Addo
@NAkufoAddo
#StayAtHome

Lihat gambar di Twitter
11,3 rb
19.32 - 29 Mar 2020
Info dan privasi Iklan Twitter
4.088 orang memperbincangkan tentang ini

"Terima kasih atas pesan kuat untuk dunia saudaraku @NAkufoAddo, Presiden Ghana. Bersama untuk menciptakan dunia yang lebih sehat, aman, dan adil. Bersama untuk melawan COVID-19," kata Tedros lewat akun Twitternya.

Beberapa negara seperti China, Italia, dan masih banyak lainnya menerapkan lockdown sebagai upaya physical distancing. Tujuannya agar penyebaran virus bisa diperlambat sehingga sistem kesehatan tidak kolaps karena kelebihan pasien.

Lockdown memang bukan satu-satunya cara menghadapi wabah virus corona. Negara seperti Korea Selatan disebut-sebut berhasil mengendalikan wabah berkat upaya pengetesan dan pelacakan yang agresif.

Studi Temukan Virus Corona Bisa Tertinggal di Dahak dan Tinja Pasien Sembuh

Hingga kini, penularan virus corona diketahui melalui droplet orang yang terinfeksi saat batuk atau bersin. Partikel virus dapat mendarat di hidung atau mulut orang lain atau terhirup, kemudian menginfeksi inang baru.
Tetapi semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa coronavirus baru dapat tetap tinggal di partikel kotoran.

Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Annals of Internal Medicine menunjukkan meski sampel virus corona dari swab nasofaring atau tenggorokan menunjukkan pasien telah sembuh atau dinyatakan negatif COVID-19, beberapa pasien masih 'menyimpan' virus dalam dahak dan tinja mereka.

"Temuan ini menimbulkan kekhawatiran tentang apakah pasien dengan usap nasofaring benar-benar bebas virus atau pengambilan sampel lain diperlukan," tulis peneliti dikutip dari Science Daily.

Masalahnya adalah satu-satunya cara untuk mendiagnosis pasien coronavirus hingga saat ini adalah tes usap hidung dan tenggorokan untuk memindai kode genetik virus. Studi ini menganalisis 133 pasien COVID-19 yang dirawat di Rumah Sakit Ditan Beijing di China antara 20 Januari dan 27 Februari.

Dari kelompok itu, para peneliti mengidentifikasi 22 orang yang dites negatif berdasarkan swab tenggorokan dan hidung tetapi memiliki dahak dan kotoran yang masih diuji positif untuk virus corona.

Para peneliti menemukan bahwa dahak dan feses dari pasien-pasien tersebut masih diuji positif untuk virus corona masing-masing hingga 39 hari dan 13 hari, setelah sampel faring pasien diuji negatif.

Meski demikian, menurut para ahli, beberapa virus yang berada di dahak dan kotoran setelah pemulihan adalah hal yang normal.

"Sudah lama diketahui bahwa untuk banyak penyakit virus saat pulih, beberapa masih tersisa namun biasanya tingkat (infeksinya) cukup rendah," sebut William Schaffner, seorang profesor kedokteran pencegahan dan penyakit menular di Vanderbilt Medical Universitas, kepada Business Insider.

Hanya karena dahak dan kotoran pasien masih memiliki virus corona yang hidup di dalamnya, itu tidak berarti partikel tersebut dapat menginfeksi orang lain.

"Kadang-kadang itu hanya materi genetik. Bukan virus yang bisa menginfeksi seseorang," pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar