Selasa, 28 April 2020

Industri Tekstil Dihajar Corona hingga ke Titik Nadir

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja menyatakan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) kini berada di titik nadir imbas pandemi COVID-19. Sebab sektor usaha tersebut mayoritas berhenti produksi.

Dia menjelaskan pemanfaatan tingkat produksi atau utilisasi sudah di bawah 20% dan menuju 5%. Tak menutup kemungkinan jika utilisasi industri tekstil akan menjadi 0%.

"Utilisasi sudah di bawah 20% menuju ke 5%. Mungkin istilahnya sudah mencapai titik nadir kalau saya bilang titik nadir karena menuju 0%," kata dia dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR RI secara virtual, Senin (27/4/2020).

Mau tidak mau pihaknya pun harus merumahkan karyawan. Hingga pekan kedua April, sudah ada 2.159.832 buruh yang dirumahkan, atau 80% dari total pekerja di industri TPT.

"Data terakhir kondisi di lapangannya, untuk kondisi terakhir minggu lalu kita data tiap minggu dan ini data minggu lalu, jumlah tenaga kerja yang dirumahkan sudah hampir 80%," jelasnya.

Dia menjelaskan bagaimana virus Corona menghantam industri tekstil. Misalnya saja banyak orderan di pasar ekspor yang dibatalkan. Penjualan dalam negeri juga babak belur karena tutupnya kawasan Pasar Tanah Abang selama pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Demikian pula dengan pasar-pasar lainnya.
Baca juga: Strategi Militer Luhut di Balik Telatnya Larangan Mudik

"Order-order dalam negeri juga pasar seperti Tanah Abang dan pasar lainnya di kota-kota lainnya ditutup sehingga market kita ini boleh kata habis baik untuk ekspor maupun lokal. Jadi dengan terpaksa sekali anggota-anggota kami sudah menutup industrinya," jelasnya.

Bagaimana dampak virus Corona ke bisnis tekstil?

Sekretaris Ekskutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman mengatakan, industri TPT dalam negeri tak lagi memiliki pemasukan, namun masih memiliki tanggungan yang besar.

Penyebabnya tak lain adalah dampak virus Corona (COVID-19) terhadap sirkulasi perekonomian Indonesia.

"Di pabrik tekstil cash flow tertekan, tidak ada pemasukan karena tidak bisa jual barang. Kemudian kewajiban tetap berjalan, bayar listrik, tenaga kerja, BPJS, bunga bank, itu kan terus berjalan. Artinya kewajiban berjalan tapi pemasukan nggak ada. Itu yang terjadi sekarang di pabrik tekstil," kata Rizal kepada detikcom, Sabtu (25/4/2020).

Rizal membeberkan, saat ini saja produksi industri TPT anjlok 70% atau minus 4,6 juta ton dari produksi di saat-saat normal sebelum Corona.

"Kita menghitungnya dari utilitas dan produksi, dan pengurangan tenaga kerja. Imbasnya kan langsung ke kita. Mesin itu misalnya 100 yang jalan, sekarang paling 30, jadi 70% sudah berhenti, bahkan banyak juga yang sudah tutup total. Karena tidak ada permintaan, jadi tidak ada produksi. Kita mengukurnya dari sisi produktivitas industri," bebernya.

Kondisi tersebut akhirnya membuat para pengusaha terpaksa merumahkan hingga melakukan PHK kepada karyawannya.

"Banyak yang dirumahkan, atau di PHK karena tidak ada pemasukan. Sedangkan kewajiban terus berjalan. Ya satu-satunya cara adalah merumahkan karyawan," ungkap Rizal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar