Minggu, 26 April 2020

Jepang Mulai Uji Coba Avigan untuk Obati Pasien Corona

Uji coba di China menunjukkan Avigan dapat berperan dalam mempersingkat waktu pemulihan pasien yang terinfeksi virus corona COVID-19.
Berkaca keberhasilan tersebut, perusahaan asal Jepang Fujifilm akan mulai melakukan uji klinis untuk menguji efektivitas obat anti flu Avigan dalam merawat pasien yang terinfeksi virus corona.

"Uji coba ini akan dilakukan pada 100 pasien terinfeksi sampai akhir Juni. Kami akan mengumpulkan data, menganalisanya, dan mengajukan persetujuan setelah itu," kata juru bicara perusahaan Fujifilm, dikutip dari AFP pada Rabu,(1/4/2020).

Nantinya, obat ini akan diberikan kepada pasien terinfeksi yang berusia 20-74 tahun dengan pneumonia ringan selama 14 hari. Untuk masalah keamanan studi ini tidak akan melibatkan wanita hamil.

"Pemerintah akan memulai proses uji klinis fase ketiga sebelum secara resmi menyetujui avigan sebagai pengobatan untuk pasien yang terinfeksi virus corona," ujar Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Sabtu (28/3/2020).

Tak hanya Jepang dan China, peneliti dan perusahaan dari seluruh dunia saat ini sedang berlomba mengembangkan obat untuk virus corona COVID-19, dengan fokus ke obat anti malaria dan anti HIV seperti, hydroklorokuin dan klorokuin.

Duh, Alat Tes Corona di Inggris Terkontaminasi COVID-19

 Upaya Inggris untuk meningkatkan tes besar-besaran untuk mendeteksi COVID-19 mengalami kemunduran. Hal ini dikarenakan alat utama dari beberapa untuk tes COVID-19 terkontaminasi dengan virus corona.
Dikutip dari Fox News, perusahaan laboratorium pengujian, Eurofins Scientific, mengirimkan email pada laboratorium pemerintah Inggris bahwa salah satu komponen tes telah terkontaminasi COVID-19. Komponen alat tersebut berupa alat kunci dari pengetesan.

Pihak Eurofins Scientific tidak menjelaskan alasan mengapa alat-alat tersebut bisa terkontaminasi COVID-19. Pihaknya hanya menegaskan, bahwa kejadian serupa juga terjadi pada para pemasok swasta. Eurofins Scientific sendiri merupakan perusahaan laboratorium yang berbasis di Luxembourg.

Setidaknya 1.408 orang telah meninggal di Inggris, dan menempati urutan keenam dengan tingkat konfirmasi COVID-19 terbanyak di dunia. Dengan angka konfirmasi kasus yang tinggi, Inggris dinilai masih kurang dalam melakukan pengetesan dibandingkan negara lain, seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, maupun Jerman.

Pihak Kesehatan Publik Inggris mengklaim akan melakukan tes pada 10.000 orang setiap harinya. Namun pada Jumat (27/3) tes yang dilakukan tidak lebih dari 7.000 kali.

Sementara itu para menteri terus mendorong untuk melakukan 25.000 tes sehari pada pertengahan April. Angka tersebut jelas masih jauh di bawah tes harian Jerman, yakni 70.000.

Tes secara besar-besaran menjadi penting agar mereka yang dites positif segera mendapatkan penanganan. Selain itu, mereka yang terkonfirmasi positif juga bisa melakukan isolasi dengan segera.

Tes dan isolasi yang dilakukan dengan cepat bisa memutus rantai penyebaran semakin meluas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar