Minggu, 05 April 2020

Cara Nyeleneh Tempat Judi Jepang Cegah Penularan Corona

Walau sudah mengimbau warga untuk mengisolasi diri, nyatanya tempat judi Pachinko di Jepang tetap digemari. Pelaku usaha judi pun memutar otak.
Terkait pandemi corona, Wali Kota Tokyo Yuriko Koike meminta semua warganya untuk mengisolasi diri dan tidak keluar rumah untuk mencegah penularan virus corona pada akhir Maret lalu seperti diberitakan media AP.

"Saat ini kita berada pada fase kritis yang menentukan apakah kita akan mengalami ledakan infeksi. Saya meminta semua orang untuk lebih mawas diri dan mengambil tindakan," ujar Koike.

Dalam bahasa Jepang, ada istilah khusus yang bernama 'Jishuku' atau menahan diri untuk keluar atau melakukan bisnis. Walau ada yang benar-benar serius melakukannya, ada juga yang masih setengah hati menerapkan Jishuku. Contohnya adalah tempat main judi pachinko di Tokyo.

Dikumpulkan detikcom dari berbagai sumber, Minggu (5/4/2020), tempat main judi pachinko di Rakuen adalah salah satunya. Masih tetap buka, tempat main judi itu tetap disesaki oleh antrean pengunjung hingga luar ruangan seperti diberitakan media SoraNews24.

Menurut pembelaan pengelola tempat judi, mereka telah melakukan sejumlah upaya via tulisan peringatan di depan tempatnya. Hanya saja, cara itu terbukti sama sekali tidak ampuh.

"Untuk mencegah penyebaran koronavirus, kami akan mempraktekkan Jishuku bisnis. Untuk sementara waktu, kami akan mematikan sebagian lampu eksterior dan papan elektronik," bunyi pengumuman oleh pihak pengelola tempat judi Rakuen di Tokyo.

Ketimbang mengambil langkah tegas untuk menutup sementara tempat usaha, tempat main judi itu malah hanya mematikan sejumlah lampunya di bagian luar. Tak sedikit warganet yang malah dibuat heran.

"Saya tak pernah melihat Jishuku model ini," cuit @Toushikakeichan.

Upaya yang tidak seberapa itu pun nyatanya tak berhasil menyurutkan antusiasme para pengunjung yang ingin bermain judi, terlepas dari lampu tempatnya menyala atau tidak.

Menurut pandangan mata salah satu warga setempat, di akhir Maret lalu masih tampak antrean panjang di depan Pachinko & Slot Island di kawasan Akihabara. Mungkin ada sekitar 271 orang yang mengantre di luar saat itu. Jangan ditiru ya traveler.

Pariwisata Bali dan Multikulturalisme

Pariwisata Bali populer di kalangan wisatawan asing hingga dalam negeri. Hal itu pun disebabkan oleh budaya multikulturalisme yang ada di sana sejak lama.
Indonesia yang memiliki kekayaan budaya didalamnya pun juga tidak luput dari pengaruh globalisasi dan kontak dunia luar. Hal ini dapat dilihat sejak zaman datangnya bangsa Eropa ke Indonesia yang memengaruhi cara hidup dan berpikir masyarakat Indonesia.

Arus globalisasi yang masuk melampaui batas-batas ruang dan waktu turut memengaruhi pariwisata di Indonesia, khususnya Bali. Di Indonesia mulai tahun 1910-1920, Belanda membuka biro pariwisata VTV (Vereeniging Toeristen Verker) atas keluarnya keputusan Gubernur Jendral. Selanjutnya, terbentuk agen perjalanan LISLIND dan NITOUR di Batavia yang berpusat di Belanda.

Destinasi wisata utama yang ditawarkan oleh Belanda adalah Bali, tetapi atraksi wisata yang ditawarkan bukan hanya keeksotisan pantai atau gunung saja, melainkan juga perempuan lokal yang bertelanjang dada. Pada saat itu, kebudayaan Jawa dan Bali masih dikenal primitif, perempuan-perempuan tidak mengenakan pakaian untuk menutupi dada, hal ini merupakan sesuatu yang unik dan vulgar menurut masyarakat Belanda sehingga membuat mereka tertarik untuk mengunjungi Bali.

Pariwisata di Bali masih berkembang sampai saat ini. Hal ini dapat terjadi karena adanya hubungan antara penduduk lokal, pembisnis pariwisata, pengembang pariwisata, dan wisatawan. Hubungan yang terbentuk bukan hanya hubungan secara fiskal dan ekonomis, melainkan juga secara kultural.

Wisatawan, penduduk lokal, dan migran yang datang untuk mencari peluang usaha di Bali tentu tidak bisa melepaskan kebudayaan yang dibawanya. Wisatawan memiliki kebudayaan sendiri yang dibawa dari negara atau daerahnya, penduduk lokal juga memiliki kebudayaan sendiri, migran baik yang berasal dari luar negeri maupun berbagai suku bangsa di Indonesia seperti Batak, Sasak, Madura juga membawa sistem budaya yang melekat dalam diri. Hal tersebut tentu menyebabkan terbentuknya masyarakat multikultural di Bali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar