Selasa, 15 September 2020

Peneliti Temukan Pasien COVID-19 Mengalami Paru-paru Kolaps

Penelitian terbaru mengungkap sekitar 1 dari 100 pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit mengalami pneumotoraks atau paru-paru kolaps. Temuan ini menjadi studi rangkaian kasus observasi pasien COVID-19 yang diterbitkan dalam jurnal medis European Respiratory.
Pneumotoraks biasanya terjadi pada orang dengan masalah paru-paru yang serius. Tapi para peneliti di University of Cambridge mengidentifikasi banyak pasien COVID-19 yang tidak memiliki riwayat penyakit paru tetapi mengidap pneumotoraks, dari Maret-Juni 2020 di 16 rumah sakit di Inggris.

Pneumotoraks adalah istilah medis dari kolapsnya paru-paru. Kondisi ini terjadi saat udara masuk ke ruangan di sekitar paru-paru (ruang pleura). Udara bisa masuk sendiri ke dalam ruang pleura saat ada luka terbuka di dinding dada atau robekan atau pecahan di jaringan paru-paru, mengganggu tekanan udara yang membuat paru-paru mengembang.

"Kami mulai meliat pasien (COVID-19) mengidap paru-paru kolaps, bahkan pada mereka yang tidak menggunakan ventilator," kata peneliti Stefan Marciniak, MB BChir, PhD, dari University of Cambridge dikutip dari laman Center for Infectious Disease Research and Policy, Selasa (15/9/2020).

"Untuk melihat apakah ini berhubungan (dengan COVID-19), saya menghubungi rekan-rekan sesama spesialis pernapasan di seluruh Inggris melalui Twitter. Responsnya dramatis, ini jelas sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan," tambahnya.

Sekitar 60 dari 71 pasien COVID-19 dalam penelitian ini mengidap pneumotoraks. Enam dari 60 pasien pneumotoraks juga mengalami pneumomediastinum.

Meski pneumotoraks adalah kondisi yang fatal dan bisa menjadi komplikasi serius akibat infeksi Corona, Anthony Martinelli, MB BChir, spesialis paru yang terlibat dalam penelitian ini mengatakan pneumotoraks masih bisa disembuhkan.

"Meskipun paru-paru yang bocor adalah kondisi yang sangat serius, pasien COVID-19 yang berusia di bawah 70 tahun cenderung merespons pengobatan dengan sangat baik," tutur Martinelli.

"Hanya saja pasien yang lebih tua atau mereka yang memiliki darah asam yang tidak normal memiliki risiko kematian yang lebih besar sehingga mungkin memerlukan perawatan yang lebih intensif," sambungnya.

Sebuah laporan kasus beberapa waktu lalu di China menyoroti pentingnya waspada terhadap pneumotoraks spontan, atau paru-paru yang tiba-tiba kolaps, terutama pada pasien COVID-19 yang mengalami kerusakan paru-paru parah berkepanjangan.

Benarkah Ospek 'Keras' Bantu Membentuk Mental Maba? Ini Kata Psikolog

Di media sosial viral cuplikan video ospek masiswa baru (maba) di bentak-bentak saat ospek virtual. Sebagian netizen menyebut kebiasaan ospek yang 'keras' seperti ini sudah biasa dilakukan untuk membentuk mental yang lebih kuat dan disiplin.
"Tetap perlu sih, menurut gue melatih mental dan latihan berpikir sama nyelesaiin masalah saat menghadapi tekanan. Selama ospeknya batas wajar dan beresensi ya kenapa enggak. Tapi kalau udah pakai kekerasan atau emang sengaja senioritas ya baru deh diudahin aja," komentar satu pengguna Twitter.

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Dra Ratna Djuwita, Dipl. Psych, mengatakan ospek yang menerapkan kekerasan verbal tidak bisa membantu membentuk disiplin maba. Budaya ospek seperti ini malah bisa menimbulkan perpecahan dan menjadi siklus karena ada rasa dendam.

"Nanti mereka (maba -red) ketika status sosialnya naik, jadi kakak tingkat, membalas itu karena diperlakukan seperti itu dengan rasionalisasi akan membuat tegar, kreatif, kompak," kata Ratna pada detikcom, Selasa (15/9/2020).

"Di dunia pendidikan luar negeri hal seperti ini enggak ada tapi mereka bisa tetap berprestasi," lanjutnya.

Ratna mengatakan ospek atau program orientasi seharusnya membantu maba mengenali kehidupan kampus. Para senior seharusnya bisa mengajarkan hal-hal yang akan dibutuhkan kelah seperti misalnya bagaimana berpikir kritis atau mencari informasi di perpustakaan.

"Kalaupun mau bikin games yang aneh-aneh, diharapkan justru respons yang memancing kreatifitas dan harusnya fun gitu. Belajar karena fun itu jauh lebih efektif daripada belajar karena takut," pungkas Ratna.
https://cinemamovie28.com/gamer/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar