Jumat, 11 September 2020

Catat! Relawan Uji Klinis Tak Pernah Tahu Dapat Vaksin atau Plasebo

Beredar informasi salah satu relawan uji klinis vaksin Corona Sinovac terpapar COVID-19. Disebutkan bahwa relawan tersebut terinfeksi COVID-19 setelah bepergian ke Semarang.
Kabar ini membuat banyak masyarakat menjadi khawatir mengenai kemanjuran dari vaksin COVID-19 yang saat ini tengah dikembangkan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Meski demikian perlu diketahui bahwa dalam uji klinis, tidak semua relawan uji klinis diberi vaksin.

Berbicara kepada detikcom, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME), Prof Amin Soebandrio, mengatakan saat uji klinis, baik vaksin atau obat, relawan akan dibagi menjadi dua kelompok. Pertama mereka yang mendapat perlakuan atau diberi vaksin, sementara kelompok lain tidak diberikan atau hanya disuntikkan plasebo alias obat kosong.

"Kelompok kontrol selalu ada. Jadi diacak, jadi orang yang diberi vaksin atau plasebo tidak boleh dipilih-pilih. Misalnya ada 100 orang, siapa yang akan mendapat plasebo atau obat sebenarnya, tidak ada yang tahu. Para peneliti maupun relawannya tidak boleh tahu," kata Prof Amin, Jumat, (11/9/2020).

Untuk mendapatkan hasil uji yang objektif dan tidak bias, relawan uji klinis pun tidak tahu akan masuk kelompok mana. Pemberian plasebo dirahasiakan agar pasien yang dijadikan subjek uji dalam kelompok pembanding tidak terpengaruh.

Tak jarang, kelompok yang diberikan plasebo juga akan mendapatkan efek sama dengan mereka yang diberi vaksin. Fenomena ini dikenal dengan efek plasebo, di mana seseorang akan tersugesti mendapatkan obat atau vaksin dan merasakan efek samping yang sama.

"Bisa saja ada relawan yang merasa pusing atau nyeri, padahal dia diberi plasebo," tutur Prof Amin.

Terkait dengan uji klinis vaksin Corona Sinovac yang dilakukan oleh Bio Farma, Project Integration Management Research and Development PT Bio Farma Neni Nurainy beberapa waktu lalu menyebut relawan yang ikut uji klinis akan dibagi dua kelompok yakni kelompok uji dan kelompok plasebo.

Perbedaan kedua kelompok itu terletak pada pemberian vaksin. Satu kelompok hanya diberikan plasebo atau air injeksi saja dan kelompok relawan lainnya harus melalui penyuntikan vaksin.

"Dari 1.620 relawan itu akan dibagi dua, yakni kelompok uji dan kelompok yang diberi plasebo. Nanti akan kita bandingkan insiden Covid-19 di kedua kelompok itu," jelas Neni.

Studi Ungkap Gejala COVID-19 yang Umum Dialami Pasien Anak-anak

Sebuah studi terbaru menemukan beberapa gejala baru yang muncul saat anak-anak terinfeksi virus Corona. Ada tiga gejala yang paling umum dirasakan, yaitu sakit kepala, demam, dan kelelahan.
"Kami perlu memberitahu masyarakat tentang adanya perbedaan gejala COVID-19 dari berbagai usia, daripada harus terus berpaku pada gejala umum yang kebanyakan dialami orang dewasa. Misalnya seperti batuk demam, batuk, dan menurunkan indra penciuman," jelas Pemimpin penelitian Profesor Tim Spector dari King's College London, dikutip dari The Guardian Jumat (11/9/2020).

Gejala baru ini ditemukan melalui penelitian yang dilakukan oleh tim dari COVID-19 Symptoms Tracker berdasarkan dari laporan 198 anak yang dinyatakan positif. Mereka menemukan adanya data baru terkait gejala-gejala yang dialami anak-anak berbeda dengan orang dewasa.

Hasilnya, sepertiga dari anak-anak tersebut dinyatakan positif tidak menunjukkan adanya gejala apapun. Sedangkan sisanya, mereka mengalami gejala yang ternyata berbeda dengan orang dewasa.

Sebanyak 55 persen anak mengalami kelelahan, 54 persen mengalami sakit kepala, dan hampir setengahnya mengalami demam.

Sementara itu, gejala lainnya seperti sakit tenggorokan hanya dirasakan sekitar 38 persen anak yang bergejala, 15 persen nafsu makannya menurun, 15 persen mengalami ruam kulit, dan 13 persen lainnya mengalami diare.

Spector mengatakan, perbedaan gejala COVID-19 antara anak-anak dan dewasa bisa juga disebabkan karena perbedaan cara sistem kekebalan tubuh dalam menanggapi serangan virus.
https://cinemamovie28.com/recovery/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar