Selasa, 08 September 2020

Lagi Banyak Dicari, Perlukah Punya Oximeter untuk Deteksi Happy Hypoxia?

 Gejala happy hypoxia pada pasien COVID-19 terjadi saat mereka secara tidak sadar kekurangan kadar oksigen tanpa disertai sesak napas. Perlukah punya pulse oximeter sendiri untuk mendeteksi gejala ini?
Dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, dr Adria Rusli, SpP(K), menjelaskan sangat baik jika seseorang memiliki pulse oximeter untuk mendeteksi dini gejala happy hypoxia COVID-19. Alat ini pun bisa dipakai banyak orang asal alat pulse oximeter dipastikan tetap bersih.

"Paling baik punya alat sendiri, dan alat itu nggak terlalu mahal kok. Mahal sih relatif ya, tetapi itu baik sekali kok, itu semacam pengukur nadi, nadinya juga ada nanti, nadi sama saturasi oksigen muncul di sana," bebernya saat dihubungi detikcom Senin (7/9/2020).

Menurut dr Adria, meningkatnya minat untuk membeli alat ini tidak akan memicu kelangkaan seperti masker di awal pandemi. Hal ini dikarenakan alatnya cukup sederhana dan bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama.

"Kan sangat sederhana ya, alatnya ini tidak untuk satu orang satu. Tidak seperti masker, walaupun memang saya setuju mesti dibersihkan. Cukup dibersihkan dengan cairan yang mengandung alkohol," lanjutnya.

"Jadi memang paling ideal punya sendiri, tapi kalau nggak pun satu keluarga cukup satu. Masker kan sekali pakai, ini bisa berkali-kali dipakai, bisa seumur hidup kalau batrenya diganti segala macam," pungkasnya.

Alternatif lain jika tidak membeli pulse oximeter, ada beberapa hal yang bisa dilihat jika seseorang mengalami gejala happy hypoxia COVID-19, seperti yang dijelaskan dr Adria.

Pucat
Kebiruan
Jari-jari pucat.
Tetapi hal ini disebut terjadi pada pasien dengan kondisi parah. Maka dari itu, dr Adria menyarankan penggunaan pulse oximeter lebih baik.

Seseorang yang ingin mengetahui apakah memiliki gejala ini, disebut dr Adria, untuk terlebih dahulu memastikan positif COVID-19 atau tidak. "Iya sebetulnya dipastikan dulu ada COVID-19 atau tidak, penciumannya berkurang," pungkasnya.

Jokowi Khawatir Klaster Pilkada, Virolog Soroti Fenomena Arak-arakan Massa

Proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 menjadi kekhawatiran baru di era pandemivirus CoronaCOVID-19. Sebagian calon malah menimbulkan kerumunan saat maju dalam kontestasi politik, meski sudah ada larangan dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Fenomena ini bahkan menjadi kekhawatiran Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam sidang kabinet, Jokowi menekankan jajarannya harus lebih memperhatikan kemunculan klaster Corona di kantor, keluarga, dan Pilkada.

"Hati-hati, perlu saya sampaikan, hati-hati yang namanya klaster kantor. Kedua, klaster keluarga hati-hati. Yang terakhir juga klaster Pilkada hati-hati ini," ucap Jokowi saat Sidang Kabinet Paripurna untuk Penanganan Kesehatan dan Pemulihan Ekonomi Tahun 2021, Senin (7/9/2020).

Ahli virologi Profesor I Gusti Ngurah Kade Mahardika dari Universitas Udayana menjelaskan bahwa kerumunan merupakan tempat ideal untuk terjadinya penularan virus Corona. Oleh karena itu sebetulnya calon kepala daerah yang benar-benar peduli akan sebisa mungkin maju tanpa menempatkan para pendukungnya dalam bahaya.

"Kita harus benar-benar bijaksana. Karena di atas segalanya yang paling penting itu kesehatan, bukan sekedar demokrasi yang hanya show of force menunjukkan kekuasaan politik," kata Prof Mahardika pada detikcom.

"Cukup datang ditemani 1-2 perwakilan pendukung ke KPU. Dengan demikian itu justru menunjukkan kepedulian. Bahwa mereka cerdas, menjalankan Pilkada yang aman," lanjutnya.

Prof Mahardika mengungkapkan situasi pandemi COVID-19 di Indonesia masih belum terkendali. Laporan menunjukkan tingkat kasus positif meningkat di beberapa daerah sampai fasilitas kesehatan terancam kewalahan.
https://kamumovie28.com/the-secret-room-of-pleasure-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar