Rabu, 02 September 2020

Pasar-Perkantoran Masuk 5 Besar Penyumbang Kasus COVID-19 Terbanyak di DKI

DKI Jakarta sebelumnya mencatat penambahan rekor kasus harian. Berdasarkan keterangan tertulis Pemprov DKI, jumlah kasus positif Corona di Jakarta pada Minggu (30/8/2020) mencapai angka 1.114. Selama sepekan terakhir, ada tren kenaikan kasus di Jakarta secara signifikan.
Dewi Nur Aisyah, anggota tim pakar Satgas COVID-19 menyampaikan lima penyumbang kasus COVID-19 terbanyak selama masa transisi PSBB. Terhitung sejak 4 Juni hingga 24 Agustus 2020.

"Bahwa ada beberapa asal penyumbang kasus di Jakarta pada masa PSBB transisi sejak tanggal 4 Juni hingga 24 Agustus 2020. Memang paling banyak adalah penyumbang kasus COVID-19 di Jakarta adalah pasien dari rumah sakit," bebernya dalam siaran pers BNPB COVID-19 dalam Angka, Rabu (2/9/2020).

Berikut data yang disampaikan Satgas COVID-19 pada Selasa (2/9/2020):

Pasien Rumah Sakit: 16.918 (62,9 persen)
Pasien di Komunitas: 11.141 (40,89 persen)
Perkantoran: 2.307 (8,47 persen)
ABK/PMI: 1.330 (4,88 persen)
Pasar: 622 (2,28 persen)
Menurut Dewi, tren penaikan pasien di rumah sakit juga meningkat. Meningkat dari sebulan yang lalu.

"Namun trennya juga ini meningkat karena kira-kira sebulan yang lalu ini persentasenya 50 persen. Sekarang sudah naik menjadi 62 persen," paparnya.

"Jadi memang cukup banyak pasien-pasien bertambah. Memang datang ke RS dengan sudah punya gejala (virus Corona)," lanjutnya.

"Kalau dulu peringkat ketiga ada di ABK, sekarang naik peringkat ketiga jadi perkantoran dengan angka 8,47 persen dari kasus perkantoran," pungkasnya.

Stafsus Kemenkes Jelaskan Masalah 'Inkonsistensi' Protokol Kesehatan

 Di awal pandemi COVID-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) awalnya tidak merekomendasikan semua orang memakai masker, namun seiring berjalannya waktu protokol kesehatan yang berlaku berubah menjadi semua orang harus memakai masker. Begitu juga dengan kebijakan kerja dari rumah yang awalnya digaungkan, sekarang kantor dan tempat usaha dibuka kembali dengan syarat tertentu.
Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Peningkatan Sumber Daya Manusia Kesehatan, dr Mariya Mubarika, menjelaskan perubahan-perubahan kebijakan tersebut sebetulnya bukan bentuk inkonsistesi pemerintah. Kebijakan berubah karena pengetahuan tentang virus Corona COVID-19 terus berkembang.

Masker awalnya tidak disarankan karena dianggap prioritas untuk tenaga medis. Namun kemudian studi-studi bermunculan menemukan bahwa risiko penularan di tengah masyarakat dapat ditekan bila semua memakai masker.

"Jadi itu bukan sebuah inkonsistensi... Perubahan-perubahan terhadap protokol kesehatan itu bukan sebuah inkonsistensi, tetapi itu mengikuti sains terbaru," kata dr Mariya pada acara kampanye Disiplin Pakai Masker di kawasan Jababeka, Rabu (2/9/2020).

Sementara kebijakan kerja dari rumah atau Work From Home (WFH) berubah karena menurut dr Mariya upaya pembatasan yang berlebihan disebut dapat menyebabkan kelumpuhan ekonomi yang juga akan berdampak besar untuk kesehatan.

Banyak masyarakat stres karena masalah ekonomi. Dampaknya imunitas malah menurun sehingga lebih berisiko jatuh sakit.

"Pada bulan April pertengahan WHO sudah mengeluarkan statement bagaimana mengendalikan pandemi tanpa lockdown. Karena ternyata lockdown itu pukulan ekonominya terlalu berat, kita menghadapi masalah yang lebih berat lagi," tutup dr Mariya
https://cinemamovie28.com/ban-ni-ron-rak-4/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar