Jumat, 22 Mei 2020

Jalan Panjang Asa Kemandirian Petambak Udang di Era Soeharto

Sungai Mesuji yang memecah Sumatera Selatan dan Lampung menjadi berkah bagi penduduk di dua daerah tersebut, khususnya bagi petambak udang. Tambak udang yang sudah dirintis sejak tahun 90-an ini punya sejarah panjang dan pernah menjadi salah satu daerah penghasil ekspor udang terbesar di dunia.
Namun nikmatnya udang vaname yang sampai ke konsumen tidak serta merta langsung dirasakan para petambak. Bahkan di baliknya ada peluh dan perjuangan tanpa henti dari para petambak. Mereka pun bingung tanpa pegangan sejak perusahaan tidak lagi menerapkan sistem plasma inti.

Dulu di era Soeharto tepatnya pada tahun 1996, sistem plasma membuat mereka amat bergantung dengan perusahaan. Modal, pelatihan sampai area tambak dikuasai sepenuhnya oleh inti atau perusahaan.

Kemudian sejak kejatuhan Soeharto, perusahaan pun Gajah Tunggal yang menjadi induk semang ikut angkat kaki dan menyerahkan pengelolaan perusahaan ke Recapital pada tahun 2006. Hanya bertahan satu tahun, tambak seluas sekitar 20 ribu hektare ini dipindahtangankan ke Central Protein Pertamina (CPP).

Asa pun muncul saat CPP mengubah pola kerja mereka menjadi free market di tahun 2017. Semua pun mau tak mau berupaya mandiri. Beruntung, di wilayah Desa Bumi Pratama Mandira, Kecamatan Sungai Menang, Kabupaten Ogan Komering Ilir hadir Koperasi Plasma Prata Mandiri (KPPM) yang sebenarnya telah ada di tahun 2010.

"Dulu koperasi ini plasma yang seluruh anggotanya adalah tergabung dalam kemitraan dengan CPP. Ketika perusahaan bergeser pola bisnis. Dulu polanya kemitraan setelah perusahaan menjadi free market kita dikasih amanat perusahaan untuk berperan sebagai pengganti perusahaan pada tahun 2017 bulan Oktober karena di situ masa transisi dari kemitraan menjadi budidaya antarwaktu dan budi daya semi mandiri," kata Mulyadi, Ketua Koperasi Plasma Pratama Mandiri kepada detikcom beberapa waktu lalu.

Pola bisnis ini nyata mendesak secara tidak langsung kemandirian petambak udang. Mau tak mau mereka harus memutar otak lebih keras. Pasalnya perusahaan tidak lagi menjamin mereka. Singkatnya, gagal tidaknya panen hingga modal sepenuhnya menjadi tanggung jawab para petambak.

Beruntung mereka sudah punya bekal pengetahuan namun kesiapan pengetahuan ini tidak dibarengi dengan kemandirian finansial para petambak. Dari sini lah peran KPPM makin kentara dan menjadi jalan keluar bagi para petambak yang jumlahnya mencapai 2.960 anggota.

Masalah belum selesai sampai di situ, koperasi ini pun sempat mengalami kesulitan dana untuk modal petambak. BANK BRI sebagai bank terdepan di pedalaman Indonesia pun bergerak membantu para petambak dengan memberikan suntikan dana yang kemudian disalurkan ke ribuan petambak melalui KPPM ataupun langsung.

"KPPM menjalin kerja sama dengan BANK BRI ada yang langsung ke koperasi ada yang langsung ke petambak. Yang ke petambak ada KUR BRI yang langsung ke koperasi itu modal pembelian udang ke CPP. Waktu budi daya antar waktu anggota itu sangat bingung terkait permodalan tapi Alhamdulillah setelah ditangani unit usaha perikanan koperasi dengan memberikan bantuan modal terhadap anggota, Alhamdulillah dengan demikian anggota ini tidak bingung terkait permodalan yang ada," ucapnya.

Hal ini pun dirasakan petambak Gunet Satino (53) yang sudah 20 tahun bergelut di dunia tambak udang. Gunet mengaku sebelumnya sempat mengalami kesulitan modal namun dengan bantuan KPPM dan BANK BRI, dia berhasil mendapatkan modal tebaran 100 benur udang dengan estimasi hasil 1-1,5 ton udang.

"Ini adalah penebaran terbanyak selama mengikuti KUR BRI untuk siklus ketiga. Pada awalnya sebelum masuk KUR BRI saya gagal 2 kali berturut-turut sehingga keadaan keuangan saya terkuras habis. Sehingga dengan adanya KUR BRI yang masuk ini, saya senang," ujarnya.

Gunet menceritakan awal dirinya sukses mendapatkan KUR setelah melalui rangkaian survei dan mengikuti persyaratan tertulis. Hingga akhirnya dia mendapatkan bantuan KUR sebanyak Rp 25 juta.

"Memasuki siklus 3 dengan bantuan KUR tadi saya begitu tertolong bahkan menghasilkan lumayan banyak," tandasnya dengan raut muka bahagia.

Setidaknya dia sudah menikmati kucuran KUR BRI melalui KPPM selama 1 tahun dan telah menyelesaikan 2 siklus dan kini memasuki siklus ketiga dengan modal lebih banyak dan proyeksi panen hingga 1 ton.

"Berkat KUR BRI saya bisa menyelesaikan 2 siklus dengan penghasilan lumayan siklus awal itu 8 kuintal sekitar Rp 52 juta siklus kedua berhasil mendapatkan 8,5 kuintal dengan penghasilan Rp 44 juta setelah dipotong biaya personal Rp 40 juta kepegang. Mudah-mudahan yang akan datang ini dengan benur yang lebih banyak tebar 100 ribu mudah-mudahan bisa menghasikan panen yang bagus, terma kasih untuk KUR BRI," serunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar