Jumat, 22 Mei 2020

Joging Pakai Masker Bisa Bikin Paru-paru Kolaps? Ah Nggak Juga

 Seorang pria di China bernama Zhang Ping dilarikan ke Wuhan Central Hospital karena nyeri dada dan sesak napas. Setelah diperiksa, dia disebut mengalami paru-paru kolaps atau pneumothoraks. Dikatakan, tekanan tinggi pada organ karena berlari 4 kilometer dengan menggunakan masker jadi penyebabnya.
Pendapat berbeda disampaikan oleh dr Adria Rusli, SpP(K), dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso. Menurutnya, kecil kemungkinannya berolahraga pakai masker bisa bikin paru-paru kolaps. Ini lebih mungkin terjadi karena orang itu sudah memiliki penyakit sebelumnya.

"Sebetulnya sih bukan dari masker, dia udah ada bakatnya. Kemudian karena dia ada gerakan yang hebat atau karena dia tekanan napasnya terlalu kuat bisa jadi seperti itu. Jadi bukan karena masker ya," kata dr Adria saat dihubungi detikcom, Senin (20/5/2020).

Selain itu, gerakan yang hebat dan intens yang dilakukan seseorang juga bisa jadi penyebab pneumothoraks ini. Pneumothoraks adalah adanya udara di rongga pleura, yaitu rongga tipis yang dibatasi dua selaput pleura di antara paru-paru dan dinding dada. Adapun gejala yang dirasakan, seperti sesak nafas mendadak dan nyeri dada yang luar biasa.

Kondisi ini dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu spontan atau primer dan sekunder. Primer atau spontan biasanya terjadi tanpa adanya kelainan di parunya, bisa karena perokok, genetik, atau pada laki-laki kurus. Sementara yang sekunder, biasanya karena adanya kelainan pada paru-paru seperti punya riwayat atau mengidap Tuberkulosis (TBC) dan Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

Namun, dr Adria mengatakan untuk kondisi yang spontan atau primer jarang sekali terjadi, dibandingkan dengan yang memang sudah memiliki penyebab sebelumnya. Untuk mengatasinya, ada beberapa penanganan yang bisa dilakukan saat kondisi ini terjadi.

"Penangananya bisa dengan memasukkan selang, nanti timbunan udara yang ada di paru-paru dikeluarkan supaya bisa bernapas kembali. Tapi, jika kondisi ini sering berulang akan ditempelkan alat namanya pleurodesis," jelasnya.

Pleurodesis adalah prosedur penanganan yang menggunakan obat untuk menempelkan paru-paru ke dinding dada. Dikutip dari Mayo Clinic, prosedur ini dilakukan untuk menutup ruang antara lapisan luar paru-paru dan rongga pleura, untuk mencegah cairan atau udara terus tertimbun di sekitar paru-paru.

Meskipun bisa sembuh dari penyakit ini, peluangnya tergantung pada seberapa luasnya pneumotoraks yang terjadi di paru-paru. dr Adria mengatakan, jika masih kurang dari 15-20 persen dan tanpa gejala, bisa didiamkan saja dengan harapan bisa kembali menetralisir udara di paru-paru. Jika sudah kurang dari 15 persen atau lebih dari 20 persen, orang tersebut harus dipasangkan selang.

Viral Tegal Pesta Kembang Api, Berakhirnya PSBB Bukan Berarti Aman Corona

Pemerintah Kota Tegal mengakhiri masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada hari Jumat (22/5/2020). Alasannya dijelaskan Wali Kota Tegal, Dedy Yon, karena sudah tidak ada lagi kasus positif baru sejak tanggal 19 Mei 2020.
"PSBB yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Tegal, secara signifikan berhasil menekan penyebaran COVID-19. Hal itu terbukti per 19 Mei 2020 Kota Tegal nol positif COVID-19," kata Dedy kepada wartawan, Kamis (21/3/2020) malam.

"Namun Pemerintah Kota Tegal perlu melaksanakan ketentuan PSBB guna mengantisipasi penyebaran kembali COVID-19," ujarnya.

Penutupan PSBB dilaporkan akan diwarnai dengan penyemprotan disinfektan massal. Selain itu, di media sosial juga ramai edaran yang menyebut akan diadakan apel malem disertai dengan perayaan kembang api.

Di media sosial edaran ramai dibicarakan dengan beberapa warganet mengingatkan potensi kemunculan kembali kasus virus Corona di Tegal.

Epidemiolog dari Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada (UGM), Riris Andono Ahmad, pernah menjelaskan soal risiko gelombang kedua pada daerah yang kurva kasus Coronanya sudah landai. Berakhirnya PSBB bukan berarti suatu daerah aman karena virus sudah bersirkulasi secara luas.

"PSBB memang menghentikan transmisi virus, tapi tidak akan melepaskan suatu daerah dari bahaya sama sekali. Ini karena virus sudah bertransmisi secara global, maka kita harus bersiap dengan penularan baru," kata Riris beberapa waktu lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar