Senin, 04 Mei 2020

5 Fakta Dark Web, Sisi Gelapnya Internet

Jika kamu sering membaca atau menonton film-film yang berbau hacker, kata 'dark web' atau 'deep web' mungkin kamu sudah tidak asing dengan kata tersebut.

Apalagi dengan kejadian pembobolan akun pengguna Tokopedia dan laporan penjualan vaksin Corona yang diduga palsu dengan menggunakan darah pasien, disebutkan kalau penjualan terjadi di 'dark web'. Tapi sebenarnya apa itu 'dark web' yang disebut sebagai sisi gelap dari kehidupan berinternet? Berikut ini dikutip dari CSO Online, Senin (4/5/2020):

1. Apa itu dark web
Dark web memiliki definisi sebagai bagian dari internet yang tidak terindeks dalam mesin pencarian. Karena itu, aksesnya harus menggunakan Tor browser.

Informasi tambahan, studi pada tahun 2019 yang diketuai Dr Michael McGuires dari University of Surrey menemukan peningkatan angka sebanyak 20% dibandingkan tahun 2016 untuk urusan situs dark web.

2. Aktivitas di dalamnya...
Sisi kelam dari dark web bisa membuat seseorang membeli data diri seseorang, nomor credit card (CC), obat-obatan, bahkan meng-hack computer milik seseorang.

Namun tidak semuanya ilegal, dark web juga memiliki sisi legal. Misalnya, pengguna dapat bergabung dengan klub catur atau BlackBook, jejaring sosial yang digambarkan sebagai 'Facebook of Tor'.

3. Beda dark web dan deep web
Sering dianggap sama, deep web dan dark web ternyata dua hal berbeda. Deep web mengacu pada apa pun di internet yang tidak diindeks namun masih dapat diakses melalui mesin pencari seperti Google.

Nah, jika menganalogikan dengan fenomena iceberg, dark web adalah bagian terdalam internet yang tidak bisa dilacak dan menggunakan Tor. Di sini, semua orang bisa secara anonim berseluncur.

4. Perdagangan di dark web
Patrick Tiquet Director of Security & Architecture dari Keeper Security menuturkan bahwa perdagangan di darknet banyak terjadi menggunakan bitcoin.

"Bitcoin telah menjadi faktor utama dalam pertumbuhan dark web, dan web gelap telah menjadi faktor besar dalam pertumbuhan bitcoin," kata Tiquet.

Hampir semua situs web perdagangan gelap melakukan transaksi dalam bitcoin atau varian tertentu, tetapi itu tidak berarti aman untuk melakukan bisnis di sana. Anonimitas yang melekat pada tempat itu menarik para scammer dan pencuri.

Situs web perdagangan gelap memiliki fitur yang sama dengan operasi e-retail, termasuk rating atau ulasan, keranjang belanja dan forum, tetapi ada perbedaan penting. Salah satunya adalah kontrol kualitas. Ketika pembeli dan penjual anonim, kredibilitasnya pun meragukan serta bisa dibilang seperti sebuah perjudian.

5. Apakah dark web ilegal?
Yang lazim di dengar, biasanya dark web kerap disalahgunakan untuk melakukan aktivitas ilegal atau bahkan kriminal. Tapi tidak bisa dikatakan semua aktivitasnya ilegal.

"Semakin banyak perusahaan web yang sah mulai memiliki kehadiran di sana. Ini menunjukkan bahwa mereka sadar bahwa itu (deep web --red) canggih," tutur Tiquet.

Ngeri! 'Darah Pasien Corona' Dijual di Dark Web

Bukan cuma akun pengguna Tokopedia yang dijual di dark web. Benda diklaim sebagai darah pasien COVID-19 juga beredar di sana.

Australian Institute of Criminology merilis laporan dari Australian National University's Cybercrime Observatory. Mereka mensurvei 20 pasar dark web terkait peralatan peralatan medis bulan ini.

Dilansir dari News.com Australia yang dilihat Senin (4/5/2020) barang diduga vaksin palsu yang diklaim dibuat dari darah pasien COVID-19 yang sudah sembuh dijual di dark web.

Hingga saat ini belum ada vaksin Corona. Sehingga barang yang diklaim sebagai vaksin ini diduga palsu. Jumlahnya sebanyak 6 persen dari 645 daftar barang di 12 pasar online ilegal.

'Antidote COVID-19 tersedia dari China', 'Vaksin obat COVID-19, jangan bilang-bilang,' begitulah beberapa kalimat iklan di dark web. Harga 'vaksin' ini rata-rata AUD 575 (Rp 5,5 juta). Namun terduga penjual dari China memasang harga USD 10.000-15.000 (Rp 95 juta-143 juta).

"Rincian soal asal dan komposisi vaksin ini bertebaran, namun diduga palsu. Ini mungkin juga vaksin eksperimen yang secara ilegal diambil dari laboratorium riset yang sedang uji coba pada hewan dan manusia atau dari pasien yang sembuh dari COVID-19," begitu bunyi laporan tersebut.

Kepala peneliti Rod Broadhurst kepada ABC Australia mengatakan plasma darah pasien yang sembuh memang digunakan untuk antibodi terhadap orang yang berisiko COVID-19.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar