Senin, 04 Mei 2020

Ngeri! 'Darah Pasien Corona' Dijual di Dark Web

Bukan cuma akun pengguna Tokopedia yang dijual di dark web. Benda diklaim sebagai darah pasien COVID-19 juga beredar di sana.

Australian Institute of Criminology merilis laporan dari Australian National University's Cybercrime Observatory. Mereka mensurvei 20 pasar dark web terkait peralatan peralatan medis bulan ini.

Dilansir dari News.com Australia yang dilihat Senin (4/5/2020) barang diduga vaksin palsu yang diklaim dibuat dari darah pasien COVID-19 yang sudah sembuh dijual di dark web.

Hingga saat ini belum ada vaksin Corona. Sehingga barang yang diklaim sebagai vaksin ini diduga palsu. Jumlahnya sebanyak 6 persen dari 645 daftar barang di 12 pasar online ilegal.

'Antidote COVID-19 tersedia dari China', 'Vaksin obat COVID-19, jangan bilang-bilang,' begitulah beberapa kalimat iklan di dark web. Harga 'vaksin' ini rata-rata AUD 575 (Rp 5,5 juta). Namun terduga penjual dari China memasang harga USD 10.000-15.000 (Rp 95 juta-143 juta).

"Rincian soal asal dan komposisi vaksin ini bertebaran, namun diduga palsu. Ini mungkin juga vaksin eksperimen yang secara ilegal diambil dari laboratorium riset yang sedang uji coba pada hewan dan manusia atau dari pasien yang sembuh dari COVID-19," begitu bunyi laporan tersebut.

Kepala peneliti Rod Broadhurst kepada ABC Australia mengatakan plasma darah pasien yang sembuh memang digunakan untuk antibodi terhadap orang yang berisiko COVID-19.

Selain vaksin yang diduga palsu memakai darah pasien Corona, di dark web juga dijual APD, test kit, ventilator dan aneka obat yang diklaim menyembuhkan COVID-19. Kebanyakan vendor mengaku mengirim barang dari Amerika dan 3 dari Australia.

Laporan itu pun menyebutkan bahkan berjualan barang terkait virus Corona menimbulkan pro dan kontra di antara para pelaku dark web. Australian Institute of Criminology menyimpulkan penjualan vaksin secara ilegal di dark web adalah potensi kejahatan yang harus diwaspadai penegak hukum.

"Pertama, vaksin palsu bisa memperburuk penyebaran virus, karena pembeli merasa kebal padahal terinfeksi. Kedua, vaksin eksperimen pada hewan dan manusia yang dirilis prematur bisa menyesatkan pengguna terkait imunitas dan mengancam upaya melakukan uji klinik yang penting," demikian laporan tersebut.

Kisah 2 Dokter yang Pertama Menemukan COVID-19

Ketika dunia dibuat gempar dengan virus Corona atau pandemi COVID-19, dokter dari China ini disebut-sebut sudah sejak lama menyimpan ketakutan atas virus yang merebak ini. Dr Zhang Jixian (54) adalah sosok yang diklaim melaporkan pertama kali soal patogen ini kepada pemerintah.

Saat itu, ia melaporkan pada Centers for Disease Control and Prevention (CDC) China di tanggal 27 Desember 2019 setelah mengobservasi tiga pasien yakni pasangan lansia dan anaknya yang memiliki 'pneumonia misterius' yang sama.

Sementara itu, juga ada mendiang Dr Li Wenliang, yang termasuk di antara orang pertama yang memperingatkan penyakit 'mirip SARS' di media sosial. Namun pernyataannya saat itu dianggap sebagai kabar bohong atau hoax di 30 Desember 2019. Ironisnya, ia meninggal dunia pada 7 Februari 2020 karena penyakit yang ia peringatkan dari jauh-jauh hari itu.

Dikutip detikINET dari Daily Mail, Dr Zhang mengatakan bahwa pekerja CDC datang ke rumah sakitnya untuk melakukan penelitian pada hari yang sama. Ia juga menyebut reaksi mereka 'sangat tepat waktu'. Dia juga tidak mengharapkan terjadinya penularan yang berakhir pada penyebaran secara global.

"Saya menemukan penularan dari manusia ke manusia pada saat itu, hanya saja itu tidak terlalu jelas. Misalnya oleh keluarga dengan tiga anak, putranya tidak tinggal bersama orang tuanya. Dia kembali untuk merawat mereka setelah mereka jatuh sakit dan kemudian membawa mereka ke rumah sakit. Keluarga memiliki gejala yang hampir sama, karena itu saya yakin ada penularan dari manusia ke manusia," ujarnya kepada Outlook Weekly.

Dr Zhang mengaku keluarga itu tidak mengunjungi pasar Huanan di Wuhan yang sekarang terkenal dan diduga sebagai tempat pandemi dimulai sebelum jatuh sakit. Ketika itu, Dr Zhang mengatakan penyakit ini adalah jenis virus pneumonia yang belum dapat dipastikan jenisnya.

Sampai akhirnya pada 7 Januari 2020, China mendeklarasikan penemuan virus tersebut yang digolongkan sebagai family dari virus Corona, yang mana termasuk SARS dan MERS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar