Kamis, 07 Mei 2020

Hal yang Terjadi di Dalam Tubuh Saat Mengalami Henti Jantung Mendadak

Penyanyi campursari legendaris Didi Kempot meninggal dunia karena mengalami henti jantung (cardiac arrest) pada hari Selasa (5/5/2020) lalu. Pihak Rumah Sakit (RS) Kasih Ibu di Solo menjelaskan Didi Kempot masuk instalasi gawat darurat (IGD) sudah dalam kondisi tidak sadar.
"Tiba di IGD pagi ini pukul 07.25, kondisi tidak sadar, henti jantung, henti nafas. Dilakukan tindakan resusitasi, namun pasien tidak tertolong. Dinyatakan meninggal oleh dokter pukul 07.45," kata Asisten Manajer Humas Rumah Sakit (RS) Kasih Ibu, Divan Fernandez, beberapa waktu lalu.

Henti jantung dijelaskan oleh ahli jantung dr Ivan Noersyid, SpJP, dari Primaya Hospital Bekasi Timur terjadi ketika ada gangguan pada kelistrikan jantung. Impuls-impuls listrik dibutuhkan oleh otot jantung untuk bisa berkontraksi dan berdetak dengan baik.

dr Ivan menjelaskan henti jantung bisa disebabkan karena serangan jantung, dehidrasi, dan beberapa kondisi medis lain. Saat terjadi biasanya tubuh mengalami beberapa tahapan dimulai dari kematian otot-otot jantung.

"Setiap empat menit, bagian-bagian otot jantung di dalam tubuh akan mengalami kematian. Semakin lama penanganan seseorang yang mengalami henti jantung, maka akan semakin banyak otot jantung yang mengalami kematian," kata dr Ivan dalam siaran media yang diterima detikcom dan ditulis Kamis (7/5/2020).

"Jika seseorang mengalami henti jantung namun tidak dilakukan tindakan medis lebih lanjut, maka orang tersebut dapat mengalami kematian," lanjutnya.

Tindakan darurat resusitasi jantung paru (RJP) bisa diberikan untuk pasien yang mengalami henti jantung. Di fasilitas kesehatan biasanya tenaga medis akan memantau irama jantung dengan alat elektrokardiogram (EKG) dan pasien diberikan defibrilasi atau sering disebut juga setrum jantung.

Jokowi Sebut Beruntung Pilih PSBB, Ini Bedanya dengan Lockdown

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan Indonesia beruntung karena memilih menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dibandingkan lockdown. Alasannya agar masyarakat masih bisa melakukan aktivitasnya.
"Kita beruntung sejak awal memilih kebijakan PSBB, bukan lockdown atau karantina wilayah," kata Jokowi dalam siaran YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (7/5/2020).

"Artinya, dengan PSBB masyarakat masih bisa beraktivitas tapi memang dibatasi. Masyarakat juga harus membatasi diri, tidak boleh berkumpul dalam skala besar," katanya.

Dari penjelasannya, Presiden Jokowi menyebut tiga istilah yang sering didengar sejak virus Corona COVID-19 masuk ke Indonesia, yaitu PSBB, karantina wilayah, dan lockdown. Istilah tersebut digunakan untuk mencegah penyebaran virus semakin meluas, tapi apa bedanya ya?

1. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB)
Seperti yang dijelaskan Presiden Jokowi, PSBB merupakan kebijakan yang bersifat membatasi kegiatan di tempat-tempat dan fasilitas umum. Caranya dengan membatasi jumlah orang dan pengaturan jarak antar orang.

Menurut pakar hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Fitriani Ahlan Syarif, SH, MH, PSBB lebih mengarah ke pembatasan pergerakan orang di wilayah tertentu. Ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus dari satu daerah ke daerah lainnya.

"Kalau PSBB ketika sudah ditentukan menteri dan sudah menyatakan bahwa Kabupaten A atau Provinsi A, sehingga pergerakan orang-orangnya bisa dibatasi," jelasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar