Rabu, 08 Januari 2020

Kisah Pulau Cantik di Papua Barat yang Diangkat Jadi Film Hollywood

Monumen ini memperlihatkan patung dua pria yang bersimpuh di depan salib. Di belakang salib terdapat diorama yang memperlihatkan sosok Ottow-Geissler saat pertama kali berinteraksi dengan penduduk lokal.

Ottow-Geissler merupakan dua pendeta muda Jerman yang berangkat ke Belanda dan disiapkan untuk menuju Papua--saat itu masih diberi nama Nieuw-Guinea. Mereka bertolak dari Rotterdam dengan kapal layar Abel Tasman pada 26 April 1852 dan tiba di Pulau Jawa pada 7 Oktober 1852.

Keterbatasan transportasi saat ini membuat mereka tidak bisa langsung menuju Papua dan harus menetap di Jakarta sampai 21 April 1854. Setelah ini pun, mereka tidak bisa langsung ke Papua karena memang belum ada kapal yang langsung ke pulau paling timur nusantara tersebut. Ottow-Geissler harus singgah dulu ke Ternate. Saat itu dari Ternate hanya ada perahu kecil yang berangkat ke Papua setahun sekali.

Akhirnya mereka baru bisa bertolak ke Papua pada 12 Januari 1855. Perahu yang mereka tumpangi melabuhkan jangkarnya di Pulau Mansinam pada 5 Februari 1855. Di tepi pantai itu Ottow-Geissler bersimpuh dan berdoa 'Dengan nama Tuhan kami menginjak tanah ini' (Di Tanah Orang Papua-Van Hasselt, 1926). Momen pendaratan inilah yang kemudian diabadikan dalam tugu pendaratan yang baru diresmikan tahun 2014 ini.

Sedikit di atas tugu pendaratan kita akan menemukan dua situs lain, yaitu gereja lama dan museum. Bangunan yang disebut gereja lama tersebut merupakan gereja kecil dengan bentuk tipikal gereja sederhana yang sering kita temui di berbagai daerah di Indonesia.

Gereja ini sebenarnya bukan yang paling tua di Mansinam karena di sisi gereja tersebut terdapat sisa-sisa bangunan Gereja Bettel, yang sesuai dengan keterangan pada prasasti yang ada dibangun oleh J.L Van Hasselt dan Tuan Bingk. Menurut tukang ojek yang mengantar saya berkeliling, gereja lama tersebut masih aktif digunakan untuk kegiatan ibadah. Di luar prasasti dan info singkat tersebut, saya tidak menemukan catatan khusus lain tentang gereja tua ini di Mansinam.

Di belakang gereja tua tersebut terdapat satu sumur tua. Nah, sumur tua yang dimiliki Pendeta J.L Van Hasselt dan mulai digunakan pada 21 Juli 1872 ini baru punya cerita tersendiri. Menurut seorang pejabat Provinsi Papua Barat, sumur tua ini sering dikunjungi pejabat-pejabat termasuk pejabat level nasional.

Konon, dengan minum air dari sumur tua ini, para petinggi negeri tersebut berharap akan mendapatkan promosi jabatan. Meski sempat penasaran, saya tidak berani mencoba minum air dari sumur tersebut. Saya bergegas menuju museum yang berlokasi di sebelah gereja tua tersebut.

Museum tersebut diberi nama Museum Perkabaran Injil Pulau Mansinam. Sayangnya saat saya datang museum tersebut sedang tutup. Namun saya menyempatkan diri naik ke undakan terjal yang mengantar kita ke puncak museum. Dari sana kita dapat memandang ke arah pantai Pulau Mansinam dan tugu pendaratan. Beberapa remaja yang berkunjung menggunakan undakan terjal tersebut sebagai sudut untuk mengambil foto yang semenarik mungkin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar