Sabtu, 22 Februari 2020

Air Terjun di Wonosobo yang Ajaib, Airnya Hangat dan Dingin

 Air terjun di Wonosobo mencuri perhatian wisatawan baru-baru ini. Airnya hangat dan dingin, kok bisa begitu ya?

Adalah Air Terjun Si Gludug namanya. Lokasi tepatnya ada di Dese Kalidesel, Kecamatan Watumalang, Wonosobo.

Surga kecil di Kabupaten Wonosobo ini baru dikenal warga luar desa sejak September 2018 lalu. Sebelumnya, salah satu pesona alam di Wonosobo ini masih tersembunyi nan perawan.

Tidak heran, jika saat ini, udara, bebatuan, pohon di sekitar air terjun masih benar-benar alami. Jalan untuk menuju lokasi wisata pun masih sekedarnya. Hanya pengerasan sederhana sekitar 700 meter dari jalan raya. Sedangkan dari pusat kota Wonosobo sekitar 27 kilometer.

"Sekarang untuk infrastruktur ke lokasi wisata baru pengerasan. Karena memang air terjun ini baru ditemukan pada September 2018 lalu. Jadi baru 5 bulan," kata Kepala Desa Kalidesel Hartono di obyek wisata air terjun Si Gludug, Minggu (24/2/2019).

Sebelumnya, tidak ada wisatawan yang tahu keberadaan air terjun tersebut, hanya warga yang sedang mencari rumput atau kayu bakar. Apalagi, muncul isu jika lokasi tersebut angker.

"Ternyata isu itu tidak benar, buktinya sekarang setelah mulai dibuka sudah banyak wisatawan yang ke sini dan tidak ada apa-apa," ujarnya.

Pokdarwis Kalidesel Suryono mengatakan, uniknya obyek wisata ini adalah terdapat dua air terjun dengan suhu air yang berbeda. Satunya merupakan air dingin, sedangkan satunya air hangat.

"Air hangat ini merupakan dari mata air langsung dari atas, sedangkan air terjun satunya merupakan air sungai," jelasnya.

Sehingga, wisatawan bisa menikmati air hangat langsung setelah bermain air di air terjun. Dari sisi keindahan lanjut Suryono, Air Terjun Si Gludug ini mempunyai ketinggian sekitar 30 meter

"Selain itu juga masih alami, hijaunya lumut di bebatuan menambah keindahan Air Terjun Si Gludug. Hanya, memang harus lebih berhati-hati agar tidak terpleset," kata dia.

Tidak hanya itu, di lokasi ini juga terdapat gua. Hanya, lokasinya berada di atas air terjun. Sehingga, jika wisatawan ingin melihat langsung harus menaiki bebatuan di air terjun.

"Harus lebih hati-hati. Di atas ada gua, dulu katanya sering digunakan untuk bertapa," terangnya.

Saat ini, wisatawan hanya cukup membayar Rp 5 ribu untuk masuk ke obyek wisata Air Terjun Si Gludug. Sedangkan jam buka mulai pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB.

"Setiap hari buka, tetapi jamnya dibatasi. Kalau di luar jam 4 sore boleh saja tetapi tidak ada petugas yang mendampingi wisatawan," tuturnya.

Salah satu wisatawan, Ilham mengaku menikmati sensasi bermain air dengan dua suhu yang berbeda. Apalagi, saat ini kondisi alamnya masih terjaga.

"Udaranya masih sejuk, belum tercampur dengan hal-hal lain. Dan ada dua air terjun satunya hangat, satunya dingin. Ini yang menarik," tuturnya.

Ini Objek Wisata Tertua di Sulawesi Selatan

Objek wisata Bantimurung di SulSel begitu populer di kalangan traveler. Kumpulan foto lawas membuktikan, kalau Bantimurung telah dikenal 100 tahun lalu.

Tak banyak yang tahu, kalau objek wisata Alam Bantimurung yang ada di Maros, Sulawesi Selatan, merupakan objek wisata tertua di Sulawesi Selatan. Tepat hari ini, Kamis (21/2/2019), objek wisata Bantimurung ini telah berumur 1 abad.

Objek wisata alam yang dikenal sebagai 'Kingdom Of Butterfly' ini, ditetapkan dalam lembar negara pemerintah Hindia Belanda nomor 90 tertanggal 21 Februari 1919 sebagai monumen alam atau 'Natuurmonument Bantimoeroeng Waterval.' Luasnya mencakup 10 hektare.

"Hari ini tepat 100 tahun usia objek wisata alam Bantimurung. Memang banyak orang yang tidak mengetahui ini. Objek wisata ini paling tua di Sulsel," kata Kepala Dinas Pariwisata Maros, Ferdiansyah.

Pencetusan itu dipelopori oleh seorang ahli entomologi Belanda, Marinus Cornelius Piepers bersama beberapa ilmuwan lainnya yang bersurat ke pendiri Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belanda, Sijfert Hendrik Kooders tahun 1915. Surat itu menyebutkan ada ribuan jenis kupu-kupu yang tidak ada di tempat lain dan disayangkan jika punah.

"Perlindungan itu dilatarbelakangi oleh adanya beberapa wilayah yang memiliki nilai ilmiah atau estetika yang khas. Pemerintah Belanda menetapkannya dengan istilah 'Natuurmonument' monumen alam atau cagar alam untuk istilah saat ini," lanjutnya.

Pencetusan Bantimurung sebagai cagar alam, bahkan ditulis oleh koran Belanda: De Preanger-bode edisi 4 Maret 1919 atas siaran pers Sijfert Hendrik Kooders, hingga diketahui secara luas oleh dunia internasional. Hal itulah yang menempatkan Belanda menjadi negara dengan capaian tertinggi konservasi monumen alam, ketimbang Amerika, Jerman, Swiss dan beberapa negara kala itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar