Minggu, 16 Februari 2020

Arab Saudi Larang Istilah Wisata Religi, Apa Bedanya Sih?

Arab Saudi mengeluarkan larangan memakai istilah wisata religi untuk umrah dan haji. Memang apa bedanya wisata religi, wisata halal dan wisata muslim?

Ketua Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH) Baluki Ahmad dalam perbincangan dengan detikcom, Senin (11/3/2019) mengatakan imbauan Arab Saudi ini tidak berpengaruh banyak di Indonesia. Secara konsep tidak ada masalah.

"Ibadah umrah dan haji kita nggak pakai istilah wisata religi. Nggak tahu kenapa ada imbauan itu. Mungkin di Eropa disebut begitu ya (wisata religi-red). Kalau kita kan menyebutnya perjalanan ibadah haji dan umrah," kata Baluki.

Surat larangan dari Arab Saudi tidak mencantumkan alasan kenapa tidak boleh memakai istilah wisata religi. Baluki pun tidak paham betul maksud dari Arab Saudi. Yang jelas, memang ada perbedaan makna antara perjalanan ibadah (pilgrimage-red), wisata religi (religius/faith tourism atau siyaahah ad-diiniyyah) dan kemudian juga wisata halal serta wisata muslim.

"Perjalanan ibadah itu untuk umrah dan haji. Kalau wisata religi itu biasanya untuk di luar perjalanan umrah dan haji. Kan kita ingin perjalanan dikemas dengan nuansa ibadah," kata Baluki.

Nah, sekarang berkembang juga paket-paket wisata yang lebih memperhatikan kebutuhan traveler muslim. Namun perjalanannya adalah paket wisata secara umum.

"Kalau inbound kita bilangnya wisata halal, kalau outbound kita bilangnya wisata muslim. Tapi dua hal ini sebenarnya sama," jelas Baluki.

Wisata halal atau wisata muslim, destinasinya tidak harus negara Islam atau Timur Tengah. Wisatawan bisa saja ke Eropa, China atau negara populer lainnya untuk liburan. Yang penting paket wisatanya memperhatikan kebutuhan traveler muslim.

"Negaranya bisa kemana saja, yang penting saat waktu salat kita tetap ingat salat, dicarikan tempatnya. Lalu nanti makanannya yang halal dan kegiatannya tidak bermaksiat," tutup Baluki.

Sebelumnya ada surat dari Wakil Menteri Haji dan Umrah Saudi tanggal 2 Jumadil Akhir 1440 H (7 Februari 2019) yang merujuk pada Dekrit Kerajaan. Surat itu diikuti dengan surat Muassasah Muthawwif Jemaah Haji Asia Tenggara kepada Ketua Kantor Urusan Haji Indonesia. Isi suratnya adalah pelarangan menggunakan istilah wisata religi (siyaahah ad-diiniyyah) untuk kegiatan haji dan umrah.

"Sekarang, istilah itu dilarang untuk kegiatan apapun yang terkait dengan haji, umrah, atau ziarah ke Masjid Nabawi," kata Konsul Haji atau Staf Teknis Haji KJRI di Jeddah Endang Jumali seperti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima detikcom, Minggu (10/3). 

Ada Cinta dari China Untuk Kerajaan Galuh

Di Museum situs Karangkamulyan tersimpan rapih jejak-jejak peninggalan Kerajaan Galuh. Di antara koleksinya ada bukti hubungan baik kerajaan dengan China.

Di Situs Budaya Ciung Wanara Karangkamulyan, Ciamis, Jawa Barat terdapat museum tempat menyimpan peninggalan Kerajaan Galuh. Tempat ini cukup menarik dikunjungi untuk edukasi, terutama yang ingin tahu lebih dalam sejarah Kerajaan Galuh.

Museum situs Karangkamulyan ini ternyata lebih banyak menyimpan pecahan keramik tua dari abad ke 8 yang berasal dari China. Hal ini membuktikan hubungan antara Galuh dengan China terjalin sejak dulu.

Pantauan, koleksi di museum ini banyak tersimpan benda-benda kuno, seperti berbagai bentuk keramik, pusaka, arca, gerabah dan perkakas batu seperti batu lumpang dan gandek lulumbak. Selain itu terdapat beberapa penjelasan terkait Kerajaan Galuh.

Juru Pelihara Museum Situs Karangkamulyan Irma Puspitasari menjelaskan keramik yang disimpan di museum ditemukan tak sengaja oleh petugas saat sedang membersihkan situs. Setiap kali menyusuri jalan situs banyak keramik-keramik tersebut ditemukan dalam bentuk pecahan. Setelah disatukan bentuknya cangkir, piring dan berbagai jenis lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar