Rabu, 01 Januari 2020

Jepang, Si Negara yang Kurang Tidur (2)

Di tahun 2017, seorang pekerja di biro iklan berusia 24 tahun meninggal dengan cara melompat keluar jendela. Setelah sebelumnya, dia memposting kata-kata di media sosialnya berupa, 'Saya akan mati, saya sangat lelah'.

Pemerintah Jepang sejak bulan April 2019 kemarin sudah memberlakukan aturan baru dalam undang-undang ketenagakerjaannya. Pemerintah Jepang membatasi kerja lembur menjadi 45 jam sebulan dan 360 jam setahun.

Masyarakat Jepang sendiri sebenarnya sudah sadar akan hal tersebut. Oleh sebab itu, banyak perusahaan yang mengatasi masalah kurang tidur dengan 'hirune' yang artinya tidur siang.

Tidur Siang Menjadi Solusi

Tidur siang menjadi solusi alternatif untuk mengatasi fenomena kurang tidur. Beberapa perusahaan sudah memberlakukan jam tidur siang untuk karyawannya.

GMO Internet Group, suatu perusahaan di Tokyo yang bergerak di bidang teknologi, mengubah ruang meeting mereka jika tidak digunakan sebagai tempat tidur siang. Waktu tidur siang adalah selama 1 jam dari pukul 12.30 siang.

Ruang meeting tersebut ditambahkan aroma lavender dan musik yang menenangkan. Cahaya lampu juga diredupkan, supaya mendapatkan tidur siang yang berkualitas.

"Dengan cara ini, para karyawan dapat secara efektif untuk beristirahat dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik," kata Sae Takahashi, juru bicara dari GMO Internet Group.

Takanori Kobayashi, salah seorang pengusaha muda di Jepang yang keluar dari pekerjaannya karena hancur jam tidurnya, mendirikan NeuroSpace. Suatu start-up dengan misi mengimplementasikan 'program tidur' untuk suatu perusahaan.

"Ketika saya lulus kuliah dan memulai karir saya sebagai pegawai, saya memasuki siklus yang mengerikan," kata Takanori.

Sejak tahun 2014, NeuroSpace telah bekerja dengan lebih dari 70 perusahaan di Jepang untuk penerapan program tidur dalam peningkatan produktivitas karyawan. Simpelnya, NeuroSpace akan menganalisis soal butuh jam tidur berapa lama bagi karyawan di suatu perusahaan jika dibandingkan jam kerjanya. Bahkan, NeuroSpace mendorong perusahaan untuk memiliki fasilitas kamar tidur supaya bisa digunakan karyawan untuk tidur siang.

"Dari sudut pandang bisnis, saya tahu bahwa ini tidaklah penting. Tapi saya tidak mau selalu ada masalah kurang tidur bagi seorang karyawan," tegasnya.

Menariknya, beberapa sekolah di Jepang sudah menerapkan jam tidur siang bagi siswanya. Suatu sekolah bernama Meizen High School di Fukuoka misalnya, menjadi perbincangan karena banyaknya siswa yang mendapat beasiswa dari University of Tokyo. 2 Kali lipat lebih banyak dibanding tahun sebelumnya.

Sekolah tersebut memberikan waktu tidur siang selama 10 menit setelah jam makan siang. Setelah itu, barulah pelajaran terakhir dan bel pulang sekolah dibunyikan. Dengan tidur siang, dinilai siswa-siswa menjadi lebih produktif dan dapat mencerna pelajaran dengan baik.

Tahun 2016 berdiri Japan Organisation for Better Sleep. Suatu organisasi berisi para dokter dan psikolog, yang bertujuan memerangi fenomena kurang tidur.

Japan Organisation for Better Sleep selalu menyebarkan informasi dan mendorong orang-orang untuk mendapat tidur yang cukup. Mereka pun mendorong pemerintah Jepang untuk lebih memperhatikan jam tidur dan keseimbangan antara bekerja dan istirahat.

"Kami pikir, pengetahuan tentang tidur bagi dokter-dokter di pusat-pusat kesehatan Jepang masih kurang. Ilmu tentang tidur dan gangguan tidur pun tidak begitu diperhatikan," kata ketua Japan Organisation for Better Sleep, Shuichiro Shirakawa.

"Perusahaan dan karyawan harus bersatu dan memecahkan masalah bersama. Saling memberikan solusi, supaya kerjaan selesai maksimal tetapi juga mendapat waktu tidur yang sangat cukup dan berkualitas," lanjutnya.

Sebenarnya, masalah tidur siang di Jepang pun tak harus diselesaikan dengan teknologi canggih atau penemuan muktahir. Cukup, hanya cukup dengan cara alamiah yakni mengubah pola hidup dan memperhatikan waktu tidur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar