Jumat, 10 Januari 2020

Kalau Mesir Punya Padang Pasir, Bantul Punya Padang Batu

Ada pemandangan menarik di Bantul tatkala air sungai menyusut. Sungainya menjadi padang batu, dan malah jadi spot foto kekinian. Seperti apa ya?

Musim kemarau yang datang lebih awal membuat debit air di aliran Sungai Oya, Dusun Jetis, Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Bantul menyusut drastis. Bahkan, susutnya debit air membuat Sungai itu berubah menjadi padang batu.

Pemandangan yang hanya bisa dinikmati saat musim kemarau ini membuat warga sekitar memanfaatkannya sebagai spot foto yang instagramable.

Untuk mencapai spot foto unik tersebut, pengunjung hanya perlu menuju Kecamatan Imogiri. Sesampainya di Imogiri, pengunjung diharap mengambil jalur menuju Desa Selopamioro.

Menyusuri jalur tersebut, pengunjung akan menemukan simpang tiga yang berada di dekat SMP N 3 Imogiri. Selanjutnya, pengunjung hanya perlu berbelok kiri dari simpang 3 tersebut, dan menyusuri jalan aspal hingga menemukan Sungai Oya.

Berjalan beberapa menit, nantinya pengunjung akan menemukan sebuah jembatan bambu di kiri jalan. Jembatan itu adalah jalur menuju padang batu di Sungai Oya, tak hanya itu, di tengah padang batu itu terdapat replika tugu pal putih dan sebuah kolam air berisi ikan nila.

Salah seorang pengelola, Riza Marzuki mengatakan, bahwa padang batu ini selalu terbentuk saat musim kemarau. Namun, untuk tahun ini padang batu tersebut muncul di Dusun Jetis, Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Bantul.

"Bentuk padang batu ini berubah-ubah, bisa berada di sebelah selatan dan utara. Nhah, (karena musim kemarau) tahun ini berada di selatan (Dusun Jetis)," ucapnya saat ditemui detikcom di padang batu Sungai Oya, Dusun Jetis, Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Bantul, Minggu (21/7/2019).

Melihat banyaknya bebatuan putih yang memenuhi sebagian besar aliran Sungai Oya, Riza lalu mulai mulai mengajak warga setempat untuk mengembangkannya sebagai tempat wisata. Mengingat beberapa orang pernah datang ke padang batu untuk melakukan foto prewedding.

"Karena itu kami mulai membangun jembatan bambu, menghias padang batu dengan replika Tugu Pal Putih dari bahan kayu dan tripleks sebagai daya tarik spot foto," kata Riza.

Selain itu, pengembangan padang batu Sungai Oya ini juga untuk meningkatkan perekonomian warga, serta yang terpenting mengurangi penambangan batu di Sungai tersebut.

"Pengembangan ini (padang batu) juga untuk mengurangi penambangan batu secara manual oleh warga, karena batu warna putih ini laku dijual untuk kebutuhan taman. Dan Alhamdulillah setelah dibuat seperti ini yang menambang batu mulai berkurang," ujarnya.

"Dan untuk mengganti kebiasaan penambangan batu, kami ajak warga memelihara ikan nila di cekungan-cekungan berisi air. Nanti kalau masuk musim hujan baru dipanen," sambung Riza.

Terkait biaya untuk berfoto-foto di spot tersebut, Riza mengaku tidak mematok biaya khusus. Hal itu karena spot foto unik tersebut masih baru, bahkan belum ada nama khusus untuk lokasi spot tersebut.

"Kalau mau foto-foto silakan, tidak dikenakan biaya. Tapi kalau parkir, per motor dikenai tarif Rp 2.000 dan untuk mobil Rp 5.000", tuturnya.

Riza menuturkan, apabila pengunjung lelah dan ingin beristirahat dapat mengunjungi kedai Via Ferrata yang tepat berada di pinggir Sungai Oya. Di kedai tersebut menyediakan beragam makanan seperti nasi kucing, gorengan, pisang bakar dan roti bakar. Sedangkan untuk minuman antara lain, teh poci, kopi, susu dan aneka minuman lainnya.

"Untuk kedai sendiri buka dari jam 4 sore sampai jam 11 malam kalau hari biasa, kalau weekend sampai jam 12," katanya.

Lanjut Riza, saat ini ia bersama rekan-rekannya tengah menyiapkan wahana minat khusus di Desa Selopamioro. Di mana wahana tersebut berada tepat di samping kedai Via Ferrata.

"Jadi kedai ini aslinya berfungsi juga untuk tempat transit wahana Via Ferrata, karena itu namanya kedai Via Ferrata," ujarnya.

"Karena di tebing batu ini (tepat di samping kedai) akan digunakan sebagai wahana tempat panjat tebing dengan besi tanam, atau yang lebih dikenal dengan Via Ferrata. Ini (Via Ferrata) baru pertama kali ada di Jogja, dan keenam di Indonesia," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar