Jumat, 03 Januari 2020

Menyapa Banggai Cardinal Fish di Pulau Banggai

Jalan-jalan ke Kabupaten Banggai Laut untuk menyapa Banggai Cardinal Fish menjadi momen menyenangkan bagi traveler. Perjalanan yang butuh waktu lama, melelahkan namun juga mengasyikkan.
Sejauh mata memandang adalah biru. Laut, langit, juga bukit di kejauhan perlahan mulai biru, menanggalkan warna hijau karena jaraknya mulai jauh. Ingatan itu terus melekat. Hari itu, saya dengan teman sampai di Bandar Udara Syukuran Aminuddin Amir lepas siang.

Istirahat sejenak di rumah makan dan melanjutkan perjalanan ke Pulau Banggai, Kabupaten Banggai Laut dengan kapal cepat. Ya, kapal cepat, tapi jangan dibayangkan benar-benar cepat. Karena walaupun dinamakan demikian, butuh 2 jam untuk sampai pelabuhan selanjutnya.

Kabupaten Banggai Laut. Yakin deh, belum banyak yang tahu kabupaten di Sulawesi Tengah ini. Ya, Kabupaten Banggai Laut baru sah menjadi sebuah kabupaten di tahun 2013.

Sebelumnya, Kabupaten Banggai Laut adalah wilayah dari Banggai Kepulauan, tepatnya di Pulau Banggai. Tapi, walaupun masih baru menjadi sebuah kabupaten, geliat wisata di wilayah ini cukup dikenal di mancanegara loh! Buktinya saat saya menuju ke Pulau Banggai itu, banyak bule yang meninggalkan Pulau Banggai. Lantas apa yang bisa dilakukan di Kabupaten Banggai Laut?

Pertama, melihat rumah Suku Bajo. Dari sekolah dasar, kita sudah mengenal berbagai macam suku di Indonesia. Salah satunya adalah Suku Bajo. Suku yang tinggal di atas laut dan terkenal bisa menyelam ke dalam laut berjam-jam tanpa alat bantu sekalipun.

Banyak penelitian yang sudah dilakukan terhadap kemampuan mereka ini. Dengan Televisi dan internet, kita bisa mendapatkan informasinya dengan mudah. Tapi, berinteraksi dengan mereka menjadi hal yang tak terlupakan dalam hidup. Kabupaten Banggai mempunyai beberapa lokasi yang ditinggali oleh Suku Bajo. Seperti di Desa Popisi, Kecamatan Banggai Utara atau di Desa Matanga, Kecamatan Banggai Selatan.

Kedua, menyapa endemik ikan hias lokal. Betul, ikan itu dinamai Banggai Cardinal Fish (BCF). Silakan googling, ada banyak informasi mengenai endemic itu. Tentu saja, ikan ini diakui oleh dunia internasional sebagai salah satu spesies ikan.

Ditemukan di Banggai dan hanya satu-satunya. Menarik kan? Kini, kabarnya ikan itu memang sudah bisa dibudidayakan, namun masih terbatas. Dulu, orang baru bisa melihat Banggai Cardinal Fish (BCF) di Pulau Banggai dan menyapa ikan hias ini jadi alasan tepat mengapa kita perlu ke Kabupaten Banggai Laut.

Ketiga, pantai. Well, namanya pulau, tentu dikelilingi pantai. Menyenangkan sekali disini pantainya bagus-bagus. Pasir putih tak terjamah, air bening, kita bisa melihat dengan jelas ikan-ikan berenang, padang lamun bergerak-gerak, bintang laut berwarna-warni. Really nice!

Keempat, belajar budaya. Dulu, Indonesia juga kental dengan kerajaan-kerajaan. Pulau Banggai Laut menjadi tempat lahirnya kerajaan di wilayah Banggai lho! Kita bisa belajar sejarah disini.

Perjalanan dari Surabaya ke Banggai Laut memang melelahkan. Bayangkan, pesawat pertama dari Bandara Juanda adalah pukul 5 pagi, dan perlu transit di UPG-Makasar/ Maros untuk kemudian lanjut ke Luwuk. Sampai di Luwuk sudah tengah hari, kalau beruntung kapal cepat segera berangkat sekitar pukul satu.

Kenapa beruntung? Karena kalau laut tak tentu, maka kapal cepat tidak berjalan. Adanya kapal kayu yang dari Luwuk ke Pulau Banggai yang berangkat kurang lebih pukul 9 malam dan sampai pukul 5 pagi.

Berbeda dengan kapal cepat, kapal cepat akan membawa penumpang ke Pulau Peleng. Dari Pulau Peleng, kita perlu naik kendaraan darat kurang lebih 2 jam perjalanan. Setelah itu, baru kita naik kapal speedboat.

Tak sampai satu jam, kita sampai di Pelabuhan Rakyat Kabupaten Banggai Laut, disambut oleh senja yang manis. Sangat melelahkan, namun terbayar dengan keindahan alam dan budaya setempat.

Well, im fond of blue. Mungkin itu jadi alasan yang jelas mengapa saya suka pantai, laut juga langit. Perjalanan ke Banggai Laut itu tak mungkin saya lupa. Buat saya perjalanan hari itu jadi perjalanan paling berkesan di negeri sendiri.

Perjalanan ke Banggai Laut kala itu disponsori oleh tempat kerja tentu saja. Sebagai urban planner, jalan-jalan di sela kerjaan adalah hal yang tak bisa ditolak. Perjalanan ke timur selalu menjadi cerita unik nan menarik.

Bukan hanya destinasinya, tapi juga moment diatas kapalnya. Ngomong-ngomong soal moment naik kapal, dream destination saya selama ini adalah naik kapal pesiar. Naik kapal 2 jam saja saya girang bukan main, apalagi berjam-jam diatas kapal dengan perlengkapan yang mewah.

Seperti naik kapal pesiar ke Dubai, misalnya. Well, for your information, Dubai di akhir 2018 lalu mengukuhkan diri sebagai pemilik pelabuhan kapal pesiar paling modern dan terbesar di Timur Tengah. Tak tanggung-tanggung, luasnya 36.500 meter persegi dengan dermaga yang membentang lebih dari 2.200 meter.

Dengan luas itu, enam kapal sekaligus bisa bersandar di sana. Dubai kini menjadi Cruise Hub of the Region. Tak hanya fasilitas pelabuhan khusus itu saja, tapi banyak paket wisata pesiar yang tersedia. Pengajuan visanya pun mudah karena terintegrasi dengan kegiatan di pantai. Di sana, saya ingin mengeksplore pulau-pulau buatannya yang dibangun fantastis dan pernah menjadi setting sebuah film Bollywood. Ya, siapa sih yang nggak mau ke Dubai?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar