Selasa, 04 Februari 2020

Apa Itu Nomadic Tourism yang Digencarkan Kementerian Pariwisata?

 Kementerian Pariwisata sedang gencar mengembangkan Nomadic Tourism. Apa itu? Secara ringkas, inilah cara instan untuk mengembangkan 10 Bali Baru.

Menteri Pariwisata Arief Yahya menyebut Nomadic Tourism sebagai solusi jangka pendek. Namun, implementasinya bisa berjalan selamanya.

"Nomadic Tourism itu adalah solusi sementara untuk selamanya. Kalau kita membangun 10 Bali Baru menunggu yang fix-fix itu, hotel dan sebagainya itu lebih dari 10 tahun. Kayak Nusa Dua itu lebih dari 25 tahun," kata Arief di sela-sela diskusi di Jakarta, Senin (15/4/2019).

Jabatan seorang menteri hanya lima tahun dan bisa kurang dari itu. Oleh karena itu, Nomadic Tourism dianggap jadi solusi terbaik karena waktu pengerjaannya pun relatif singkat.

"Jadi saya bilang, waktu menjabat saya ini hanya lima tahun, kalau menunggu hotel yang kamu bangun saya selesai jadi menteri kamu tidak dapat apapun. Akhirnya kita buat Nomadic Tourism. Temporary solution, seperti kartu prepaid itu, dulu temporary solution, karena beli fix mahal. Sama sekarang,' jelas dia.

Cara instan dari mantan CEO PT Telkom Indonesia ini dianggap mudah, murah juga mengakomodir bagi milenial. Dan kini sudah ada beberapa lokasi yang dibangun fasilitas Nomadic Tourism.

"Sekarang sudah terjadi, saya sudah meresmikan di Borobudur, berupa apa, kemah. Di Danau Toba, relatively mudah, karena per meter persegi kurang dari atau sekitar Rp 1 juta," ujar Arief.

"Jadi kalau memang 4X6, 24 meter persegi harganya sekitar Rp 25 juta dan bagusnya ini anak-anak muda milenial boleh punya kesempatan berbisnis di Nomadic Tourism," pungkas dia menuturkan.

Salah satu contoh fasilitas Nomadic Tourism yang baru diresmikan oleh Arief adalah The Kaldera. Sebuah glamping atau glamour camping yang memiliki pemandangan eksotis Danau Toba.

35 Negara Rawan Penculikan Versi Amerika Serikat, Salah Satunya Malaysia

Pemerintah Amerika Serikat memperingati tegas warganya untuk berhati-hati liburan ke 35 negara ini. Termasuk, ke Malaysia.

Dilansir detikcom dari media-media di AS, Senin (15/4/2019) Departemen Luar Negeri AS melansir daftar baru 35 negara yang rawan penculikan. Hal itu menyusul penculikan turis wanita asal California, Kim Sue Endicott saat plesiran ke Uganda, suatu negara di Afrika bagian timur.

Kim Sue Endicott diculik saat berada di Queen Elizabeth National Park. Bersama pemandunya, mereka ditahan selama 5 hari oleh sekelompok orang. Kim Sue Endicott akhirnya dibebaskan oleh pihak keamanan setempat dengan membayar tebusan. Tidak disebutkan nominalnya.

Oleh sebab itu, Departemen Luar Negeri AS membuat daftar terbaru 35 negara yang rawan penculikan dengan label 'K'. Diingatkan, turis AS untuk berhati-hati atau kalau bisa menunda dulu perjalanan ke sana.

35 Negara tersebut adalah Afghanistan, Aljazair, Angola, Bangladesh, Burkina Faso, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Kolombia, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, Haiti, Iran, Irak, Kenya, Libanon, Libya, Malaysia, Mali, Meksiko, Niger, Nigeria, Pakistan, Papua Nugini, Filipina, Rusia, Somalia, Sudan Selatan, Sudan, Suriah, Trinidad dan Tobago, Turki, Uganda, Ukraina (bagian timur yang dikontrol Rusia), Venezuela, dan Yaman.

"Ada ancaman penculikan demi tebusan, baik dari teroris maupun kelompok-kelompok kriminal lainnya. Kelompok itu mungkin menyerang secara tiba-tiba, menyasar resor-resor pesisir, resor di pulau-pulau, dan kapal yang membawa turis ke pulau-pulau resort," tulis pernyataan Departemen Luar Negeri AS.

Diberitakan CNN Indonesia, pemerintah Malaysia protes keras karena masuk dalam daftar tersebut. Kabarnya, Kementerian Luar Negeri Malaysia di AS bakal bertemu Departemen Luar Negeri AS dalam waktu dekat untuk membahasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar