Sabtu, 07 Desember 2019

Bagi-bagi Peran Selundupkan Harley Davidson ke Pesawat Baru Garuda

Kasus penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda Brompton ke pesawat baru Garuda Indonesia melibatkan sejumlah oknum. Hingga saat ini, oknum-oknum tersebut mulai dibongkar satu per satu.

Pada hari Kamis, (5/12/2019) lalu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir membeberkan bahwa motor Harley Davidson adalah milik eks Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra alias Ari Askhara (AA).

Berdasarkan catatan detikcom, berikut sebagian pemetaan masing-masing oknum yang terlibat. AA merupakan pemilik dari Harley Davidson jenis Shovelhead. AA memberi instruksi mencari Harley Davidson klasik tersebut pada tahun 2018.

Pembelian Harley tersebut baru dilakukan pada April 2019. Proses pembayaran dibantu oleh Finance Manager Garuda Indonesia di Amsterdam, Belanda.

Ketika proses pengiriman Harley Davidson, Direktur Garuda Indonesia berinisial IJ turun tangan membantu AA. Mengacu pada keterangan Staf Khusus Menteri BUMN Bidang Komunikasi Publik Arya Sinulingga, IJ adalah Iwan Joeniarto selaku Direktur Teknik dan Pelayanan Garuda Indonesia.

Namun, ketika pesawat tiba di Bandara Soekarno Hatta, Indonesia pada 17 November 2019 siang, motor dengan harga fantastis tersebut disematkan claim tag berinisial SAW. Mengacu pada manifest penumpang, SAW merupakan Satyo Adi Swandhono, selaku Senior Manager Aircraft Garuda.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, SAW 'pasang badan' untuk AA.

"Nampaknya yang bersangkutan SAS (SAW) pasang badan," ujar Sri Mulyani di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2019).

Atas kasus tersebut, Sri Mulyani menyebutkan bahwa pelaku berpotensi dikenakan hukuman berdasarkan Undang-undang (UU) Kepabeanan Nomor 17 tahun 2006. Pada pasal 103 disebutkan bahwa pihak yang memberikan keterangan tidak benar tentang kepemilikan barang yang wajib kena bea masuk maka akan diberikan sanksi.

"Dalam Pasal 103 C UU Kepabeanan menyebutkan, mereka yang memberikan keterangan lisan atau tertulis yang tidak benar, yang dilakukan untuk pemenuhan kewajiban kepabeanan memiliki konsekuensinya," jelas Sri Mulyani.

Berdasarkan pasal tersebut, tertulis bahwa sanksi yang diberikan berupa hukuman pidana dan juga denda.

"Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)," bunyi pasal 103 UU Kepabeanan tersebut.

Namun, pemerintah juga akan mengenakan pasal-pasal yang berisikan hukum pidana dan perdata terhadap seluruh oknum yang terlibat menunggu hasil pemeriksaan akhir.

Adapun hukuman yang sudah diberikan yakni pencopotan Ari Askhara dari jabatan Direktur Utama Garuda oleh Erick. Sedangkan, nasib oknum lainnya akan ditetapkan dan diinformasikan siang ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar