Sabtu, 07 Desember 2019

Buka-bukaan Dirut Jiwasraya Hadapi 'Sakitnya' Perusahaan (2)

Di mana investasi yang bermasalah?
Saham. Saham-saham yang tidak perform, perusahaan-perusahaan rugi, perusahaan-perusahaan yang capitalisasinya kecil, tidak terkenal.

Hanson internasional juga?
Ya dulu, sejarahnya ada juga. Dulu bahkan kita membeli, bahkan diklarifikasi kan oleh Beny Tjokro. Jadi dulu kita beli, beli lalu dipertanyakan oleh BPK, kaya gini kok dibeli. Terus dicairkan, dibayarlah itu. Bener dicairkan, dikembalikan, tapi saya lagi teliti ini.

Kapan awal mula kelihatan Jiwasraya mulai sakit? Apa pada 2017 saat laba mulai anjlok dari Rp 2,14 T jadi Rp 320 M?
Saya kan masuk pertengahan tahun 2018, itu belum tutup laporannya. Masih seru antara manajemen lama dengan auditor. Kemudian yang lama diganti jadi Plt, terus nggak tahu gimana pokoknya nggak putus-putus juga. Sampai kami datang sudah di penghujung, sudah lewat itu. Sehingga kita lihat, langsung ketahuan.

Kita lihat pertama di pembentukan cadangan, maka laporan keuangannya adverse. Dan 2017 itu laporan auditnya adverse, jadi yang Rp 2 triliun itu clean in house. In house. Bahkan waktu diumumkan itu in housenya itu juga belum close. Wong itu diumumkan itu direksi yang lama, sebelum 15 Januari. Kan mereka berakhir 15 Januari 2018.

Sehingga setelah didalami, ditemukan oleh auditor. Jadi 2016 auditornya PwC partnernya lain tapi, terus tahun 2017 PwC lagi tapi partnernya beda. Nah yang ini menemukan keganjilan di tahun 2017, di perhitungan cadangan, dari tahun-tahun sebelumnya. Even dari tahun 2016 juga ditemukan keganjilan, perhitungan cadangan yang kurang. Selain kurang, asumsi-asumsinya nggak wajar. Sehingga terjadi kekurangan cadangan yang besar.

Terus sisi investasinya belum dilihat, karena tidak diperoleh indormasi, tertutup sekali. Sehingga opininya adverse. Adverse sana-sini nggak bisa jalan, oke lah dibuku dikeuntungan Rp 320 miliar, jadi Rp 360 miliar. Terus konsolidasi jadi Rp 420 m. Tapi dengan catatan, ada kekurangan cadangan yang signifikan. Di saving plan, satu produk saja kurang Rp 7,7 triliun.

Sampai bisa kekurangan cadangan itu berarti karena manajemen lama? Dan kemarin Kementerian BUMN mengindikasikan ada fraud dan katanya mau melaporkan ke kejaksaan?
Jadi tolong jangan bicara masalah hukum ya, saya bicara fakta. Biar hukum ada yang urus sendiri. Tapi kalau sebuah pengurus perusahaan melaporkan tidak benar itu kan, ya silakan berpikir sendiri.

Intinya begini, punya liabilities saving plan Rp 22 triliun, di buku Rp 13 triliun, kurang kan? masa punya utang, saving plan kan utang, liabilities kan utang. Nah, karena tidak melakukan jadi untung, iya kan? (Jadi hanya) Simpan saja (biar) jadi untung.

Jadi punya utang Rp 22 triliun, diakui Rp 13 triliun. Sebenarnya, oke di kantongnya ada untung Rp 2,4 triliun, tapi dia belum hitung utangnya. Kira-kira begitu. Jadi kekurangannya itu sekitar Rp 10,9 triliun sebenarnya. Itu nggak kelihatan sepanjang ada tekanan likuiditas.

Nah proses tekanan likuiditas itu ketika ini pada jatuh tempo. Ini jatuh tempo kan harus bayar, jadi baru kelihatan. Karena sifatnya saving plan itu setiap tahun ada yang jatuh tempo, setiap hari ada yang jatuh tempo, karena setahun-setahun. Nah kalau jatuh tempo, yang dicairkan yang mana? investasinya dicairkan. Saham nggak bisa dijual, karena harganya harga gorengan, nggak laku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar