Sabtu, 21 Desember 2019

Kisah Wamena dan Nama yang Salah Kaprah

Nama suatu daerah di Indonesia biasanya memiliki arti. Termasuk Wamena di Papua, yang arti nama sebenarnya merupakan salah kaprah.

Selalu menarik untuk membahas Papua, baik dari segi kekayaan alam, keberagaman budaya dan adat istiadatnya. Kawasan paling timur Indonesia ini menyimpan banyak cerita yang menarik untuk disimak.

Salah satunya Wamena, suatu wilayah di Kabupaten Jayawijaya yang berada di Lembah Baliem, Pegunungan Tengah (masuk dalam rangkaian Pegunungan Jayawijaya). Wamena menyimpan banyak pesona.

Wamena terkenal dengan Festival Lembah Baliem, suatu festival yang menampilkan macam budaya suku Dani. Ada Tari Perang, Bakar Batu, dan lainnya.

Wamena pun punya mumi Papua. Mumi-mumi di sana menyimpan sejarah panjang, berusia ratusan tahun dan sebagai simbol tradisi.

Tapi tunggu, sebenarnya apakah arti nama Wamena sendiri?

detikcom mewawancarai Hari Suroto, seorang peneliti dari Balai Arkeologi Papua. Dari tahun 2008 bertugas di Papua, dia sudah malang melintang ke berbagai wilayah Papua untuk meneliti berbagai hal soal sejarah dan kebudayaan.

"Dulunya nama Wamena adalah Ahgamua. Ahgamua merupakan lembah yang sangat luas, subur dan indah serta dialiri Sungai Baliem," terang Hari kepada detikcom, Minggu (29/9/2019).

Hari kemudian bercertia, pada tahun 1960-an, sekelompok gadis di Ahgamua hendak mandi di Sungai Baliem. Tiba-tiba muncul seorang misionaris Belanda di pinggir sungai. Gadis-gadis itu pun sangat terkejut. 'Eye...., eye..., eye... Ap molah! Aph molah!' Teriak gadis-gadis itu.

"Ap molah adalah sebutan mereka untuk orang berkulit putih," kata Hari.

Mereka merasa takut dan pergi menjauh. Hanya satu orang gadis yang tidak takut pada Ap molah. Kemudian, gadis itu bersalaman dengannya.

"Ap molah bertanya, 'hoe het dit plek' (apa nama tempat ini). Tepat saat Ap molah menanyakan nama tempat itu, muncullah seekor anak babi melintas di pinggir sungai. 'Wamena!' kata gadis itu," papar Hari.

"Wamena artinya anak babi peliharaan. Berasal dari kata 'wam' yang berarti babi dan 'ena' berarti anak peliharaan," sambung Hari menjelaskan.

Tentu, saat itu gadis tersebut tidak mengerti apa yang Ap molah katakan. Ketika ditanya, dia pun tidak mengerti maksudnya dan sedang melihat anak babi di pinggir sungai. Jadilah yang keluar dari mulutnya, kata 'Wamena'.

"Setelah itu, banyak orang Belanda datang ke sana. Mereka pun menyebutnya dengan nama Wamena bukan Ahgamua, sebab salah mengerti perkataan gadis. Hingga kini, Ahgamua dikenal dengan nama Wamena," tutup Hari.

Curug Bayan, Menawan di Tepi Jalan

Curug Bayan berada di dusun Kalipagu, Desa Ketenger, Kecamatan Baturaden, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Hanya berjarak sekitar 2 Km dari pusat wisata Baturraden.
Curug Bayan sangat mudah dijangkau karena berada di tepi jalan. Jadi tidak perlu trekking untuk bisa tiba di curug indah ini. Biaya masukpun sangat terjangkau, hanya tujuh ribu rupiah.

Curug Bayan sendiri tidak terlalu tinggi, sekitar 7 meter. Apalagi ketika musim tiba kemarau, debit air akan semakin berkurang. Namun, justru ini saat yang tepat untuk berbasah-basahan.

Tidak hanya orang dewasa, anak-anak pun bisa berenang di sini. Pihak pengelola membuat kolam buatan yang disesuaikan dengan kemampuan renang pengunjung. Jadi tinggal pilih mau yang dangkal atau yang dalam. Tapi karena cukup berarus, anak-anak tetap harus dalam pengawasan orang dewasa.

Air curug Bayan sangat bersih dan segar karena memang berasal dari air pegunungan. Selain mandi, foto-foto dengan latar belakang air terjun pun wajib dilakukan ketika berkunjung ke sini.

Tidak hanya air terjunnya yang jadi daya tarik, pemandangan sekitar yang dipenuhi pepohonan hijau juga sangat memanjakan mata.

Setelah puas berenang dan main air traveler bisa makan mendoan. Di sini ada warung yang menjual penganan khas kota Banyumas itu. Masih hangat dan pastinya nikmat.

Siap ajak keluarga basah-basahan di sini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar