Rabu, 18 Desember 2019

Menelusuri Jejak Proklamator di Batu Hampar (2)

Selebihnya sepi, bahkan sesekali para pesepeda bisa meliuk-liuk dalam perjalanan. Melaju kencang di jalur jalan yang diapit hamparan sawah yang menghijau dan kadang menguning sejauh mata memandang.

Kiri dan kanan persawahan terlihat dipagari oleh bukit-bukit kokoh sedikit berbatu cadas yang ditumbuhi cemara. Sungguh sebuah sensasi yang amat menyenangkan untuk dipandang.

Keringat yang tadi membasahi saat di jalur mendaki, kini mulai mengering di hembus angin dingin saat melaju di jalur yang mulai menurun. Tak perlu mengayuh lagi, roda berputar kencang menapaki jalan aspal membuat target tujuan semakin dekat di depan mata.

Batu Hampar, nama daerah yang dituju, di sana ada jejak sejarah yang hendak kami telusuri keberadaannya. Kampung kecil yang berada di Kecamatan Akabiluru Kabupaten 50 Kota ini nyatanya punya andil besar dalam sejarah dalam berdirinya negara ini.

Persis selepas turunan panjang, mata kami tertuju pada sebuah gerbang Pondok Pesantren Al-Manaar, Batu Hampar. Begitu tulisan yang terpampang di gerbangnya. Disitulah target perjalanan kami berada, di sanalah jejak sejarah itu bersemayam.

Melangkah sedikit ke halaman pesantren itu, terlihat sebuah bangunan kecil yang menyerupai musholla yang berasitektur zaman tempo dulu. Namun jangan salah, bangunan itu bukanlah surau atau langgar tempat beribadah sebagaimana mestinya.

Di sisi luar bangunan, terlihat 2 makam lain yang terpisah yang dilindungi oleh cungkup berpagar besi. Pada satu makam dengan batu nisan yang cukup mencolok, inilah dia jejak sejarah yang kami cari.

Batu nisan dengan marmer persegi itu memuat tulisan : Syekh MHD Jamil bin Abdurrahman, Ayah dari Mohammad Hatta Proklamator RI. Disinilah makam orang yang telah menjadi perantara hadirnya seorang tokoh yang amat berjasa bagi kemerdekaan negara Indonesia. Ayahanda Wapres pertama sekaligus Proklamator kemerdekaan Indonesia, Drs. Mohammad Hatta atau yang kita kenal dengan Bung Hatta.

Fakta yang menyedihkan bahwa Bung Hatta tak sepenuhnya mengenal ayahandanya. Bung Hatta kecil telah ditinggal wafat oleh sang ayah tercinta sejak beliau berusia 8 bulan. Sebagaimana yang ditulis dalam buku memoir, Bung Hatta menuliskan kenangan akan sosok ayah yang tak dikenalnya itu.

"Ayah kandungku bernama Haji Muhammad Jamil, anak Syekh Batu Hampar. Ia meninggal dalam usia 30 tahun, waktu aku berumur 8 bulan. Karena itu, aku tak kenal akan dia. Menurut cerita orang, termasuk ibuku sendiri, aku serupa benar dengan ayahku. Ibuku pernah berkata, 'Engkau potret hidup dari ayahmu'." Begitulah Bung Hatta mengenang akan sosok ayah yang bahkan tak mampu diingatnya wajahnya.

Tak perlu berlama-lama disini, panas yang mulai terik memaksa kami untuk segera lanjutkan perjalanan lagi. Sebait doa yang tadi sempat dipanjatkan sudahi ziarah ini, untuk orang-orang besar yang telah berjasa bagi negeri. Tapak kaki pun kembali mengayuh menyongsong ke arah sinar matahari pagi.

Dalam sebuah perjalanan yang penuh makna, kami mensyukuri kebebasan hidup merdeka. Seperti merdekanya kami yang kembali bisa bersepeda menghirup udara bersih, tanpa kabut asap lagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar