Jumat, 06 Desember 2019

RI Siap Terapkan Aturan Kapal Wajib Pakai BBM Rendah Sulfur

Organisasi Maritim Internasional (IMO/International Maritim Organization) mewajibkan kepada setiap negara anggotanya untuk menerapkan penggunaan bahan bakar rendah sulfur pada industri pelayarannya mulai tahun depan. Aturan mandatori tersebut bakal mulai berlaku per 1 Januari 2020 mendatang.

Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Agus H. Purnomo mengatakan Indonesia siap untuk mengikuti aturan tersebut. Saat ini pihaknya telah menerbitkan surat edaran kepada para pelaku industri pelayaran terkait kewajiban itu.

"Kami sudah berikan edaran tentang compliance itu. Mandatory IMO, 1 Januari 2020 harus memakai bahan bakar dengan kadar sulfur 0,5% di seluruh dunia. Itu sudah kami terbitkan untuk lakukan itu. Para stakeholder sudah menyatakan kesiapannya," katanya saat ditemui di sela acara sidang IMO ke 31 di London, Inggris, Kamis (28/11/2019).

Menurut aturan baru IMO, kapal harus menggunakan 0,5% atau lebih rendah bahan bakar sulfur. Artinya, high sulphur fuel oil (HSFO) harus diganti dengan low sulphur fuel oil (LSFO).

Kapal bisa menghindari penggunaan bahan bakar yang dimaksud jika telah menginstal scrubber, sistem yang menghilangkan sulfur dari gas buang yang dipancarkan bunker sehingga dapat terus menggunakan HSFO alias solar.

Program ini dinilai dapat memberi dampak positif bagi lingkungan. Sebab, penurunan kandungan sulfur pada bahan bakar dari 3,5% menjadi 0,5% dapat membuat emisi dari kapal berkurang sekitar 77%.

Agus mengatakan seluruh Indonesia siap mengimplementasikan aturan ini. Dia bilang, berbagai stakeholder telah menyatakan kesiapannya, termasuk Pertamina sebagai penyedia bahan bakar.

"Mudah-mudahan nggak ada kendala. Pertamina sudah mulai jualan setahu saya. Belum mandatory memang (menjual bahan bakar sulfur 0,5%, tapi Pertamina siap dengan cara apapun untuk menyiapkannya," kata Agus.

Sulfur dianggap memiliki dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Pengurangan penggunaan sulfur diharapkan dapat mengurangi dampak tersebut, terutama yang tinggal di sekitar perairan atau pantai.

Indonesia wajib mengikuti aturan ini. Jika tidak, posisi Indonesia dalam keanggotaan IMO bisa terancam.

"Kalau ada yang nggak comply, jadi member IMO akan susah," kata Agus.

Kapal Titanic Tenggelam, Awal Mula Negara-negara Maritim Bersatu

Replika patung kapal besar di depan kantor pusat International Maritim Organization (IMO) di London mencuri perhatian. Setengah badan kapal dengan seorang nakhoda di dekat ujung haluan mengingatkan pada sebuah adegan di film Hollywood populer tahun 90an, Titanic.

Kejadian tenggelamnya Kapal Titanic pada 14 April 1912 ternyata menjadi benang merah terbentuknya IMO. Peristiwa tenggelamnya kapal Titanic menjadi salah satu tragedi pelayaran paling mengerikan sepanjang sejarah. Status kapal White Star 'Titanic' yang paling terkenal di dunia dalam beberapa jam berubah menjadi nama yang selalu dikaitkan dengan bencana.

Mengutip publikasi IMO, Jumat (28/11/2019), saat itu diketahui setiap negara punya aturan sendiri-sendiri mengenai standar rancangan kapal, konstruksi hingga peralatan keselamatannya. Hal ini akhirnya melatarbelakangi pembentukan IMO, badan khusus PBB yang bertanggung jawab atas begitu banyak perbaikan keselamatan maritim yang membuat pengiriman hari ini jauh lebih aman daripada pada masa tragedi Titanic.

Isu bagaimana memastikan standar yang bisa diterima bersama untuk kapal-kapal dari yurisdiksi yang berbeda pun semakin penting saat perdagangan global terus meningkat. Cara terbaik guna meningkatkan keselamatan di laut disepakati bisa diatur lewat pengembangan peraturan internasional yang akan diterapkan oleh semua negara maritim.

Setelah bencana Titanic tahun 1912 yang menyebabkan adopsi, dua tahun kemudian, konvensi keselamatan hidup di laut internasional pertama atau SOLAS dilakukan. Itu adalah konvensi pertama yang menetapkan aturan internasional yang mengatur keselamatan pengiriman, seperti memastikan kecukupan jumlah sekoci dan lifejackets yang disediakan untuk semua orang di atas kapal.

Namun, sebagian besar negara pengiriman saat itu masih memiliki hukum maritim mereka sendiri. Secara umum situasi ini diyakini dapat merusak keselamatan pengiriman di tingkat global. Tidak hanya standar yang berbeda, tetapi beberapa bahkan punya standar yang jauh lebih tinggi daripada yang lain.

Pemilik kapal yang menganggarkan sedikit uang untuk keselamatan memiliki benefit ekonomi lebih dibandingkan saingan mereka yang lebih berhati-hati. Hal ini menjadi ancaman bagi upaya peningkatan keselamatan dalam pengiriman.

IMO pun didirikan dengan sebuah konvensi yang diadopsi di Jenewa pada tahun 1948. Konvensi tersebut sepakat mulai memberlakukan aturan sepuluh tahun kemudian atau dikenal dengan pertemuan IMO perdana yang diadakan pada tahun 1959.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar