Senin, 23 Desember 2019

Kisah Klenteng di Cirebon yang Dulunya Masjid

Dulunya, klenteng di Cirebon ini adalah masjid untuk Muslim Tionghoa. Terdapat sejarah yang membuatnya berubah menjadi klenteng.

Klenteng Talang salah satu bangunan bersejarah di Kota Cirebon. Klenteng yang berada di Jalan Talang Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Jabar ini menjadi simbol toleransi keberagaman.

Bagian depan Klenteng Talang berbentuk paduraksa. Bangunannya di keliling tembok. Warna merah dan putih mendominasi bangunan tua bersejarah itu. Di halaman Klenteng terdapat patung Nabi Guan Panglima Sejati serta sumur keramat, yang disebut juga Sumur Kahuripan. Sementara, pada bangunan utamanya serupa dengan Klenteng pada umumnya.

Klenteng yang usianya lebih dari lima abad itu rupanya pernah menjadi tempat ibadah bagi Muslim Tionghoa. Penjaga Klenteng Talang Yohanes mengatakan Klenteng Talang dibangun sekitar 1450 oleh Tan Sam Cay. Tan Sam Cay juga dikenal sebagai Mohammad Syafei.

"Tan Sam Cay adalah salah seorang etnis Tionghoa yang mendapatkan gelar Tumenggung Aria Diap Wiracula dari Kesultanan Cirebon," kata Yoyo sapaan akrab Yohanes saat berbincang dengan detikcom di Klenteng Talang, Rabu (18/9/2019).

Yoyo menyebutkan Tan Sam Cay dan seluruh Muslim Tionghoa yang bermukim di Cirebon menggunakan Klenteng Talamg sebagai tempat ibadah, saat ini belum berubah menjadi Klenteng.

"Ya awalnya tempat ibadah Muslim Tionghoa bermazab Hanafi," kata Yoyo.

Lebih lanjut, Yoyo menceritakan dari beberapa literatur menyebutkan masuknya Muslim Tionghoa bermazab hanafi itu berawal dari syiar yang dilakukan Laksamana Haji Kung Wu Ping, keturunan Khonghucu yang mendirikan mercusuar di atas bukti Gung Jati, yang berada di Kecamatan Gunung Jati Cirebon.

"Dari situ terbentuk tiga kelompok masyarakat Tionghoa Muslim bermazab hanafi yang tersebar di wilayah Sembung, Serindil dan Talang. Masing-masing dilengkapi masjid," kata Yoyo.

Muslim Tionghoa yang berada di Sembung berkembang pesat, namun tidak di dua wilayah lainnya yakni Serindil dan Talang. Kondisi tersebur membuat Muslim Tionghoa memilih memusatkan aktivitasnya di Sembung.

"Masjid di Serindil kemudian menjadi pertapaan begitupun dengan Talang, ditinggalkan karena penduduk Tionghoa Muslim mulai merosot. Akhirnya, masjid tersebut berubah jadi Klenteng. Sedangkan di Sembung makin berkembang," katanya.

Yoyo menambahkan nama Talang berasal dari kata 'Toa Lang', yang memiliki arti orang besar atau tuan besar. Kata tersebut ditujukan kepada tiga utusan dari Dinasti Ming, Chengho, Fa Wan san Khung Wu Fung.

"Fungsinya seperti Klenteng pada umumnya, ya digunakan untuk tempat ibadah Konghuchu. Pernah dipugar sekali, penambahan bangunan di bagian samping," katanya.

Senada disampaikan Budayawan Cirebon Nurdin M Noer. Nurdin mengatakan Klenteng Talang sebelumnya masjid bagi Muslim Tionghoa. Sebelum berubah menjadi Klenteng, dikatakan Nurdin, Klenteng talang sempat berfungsi sebagai rumah abu.

"Sempat jadi rumah abu pada 1848, pindahan dari Vihara Welas Asih. Nama aslinya Yi Chin, di tempat tersebut itu disimpan sekumpulan Sien Chi atau papan arwah leluhur Tionghoa," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar