Selasa, 24 Desember 2019

Sawahlunto, Kota Tambang yang Jadi Situs UNESCO

Nama Sawahlunto di Sumatera Barat kian mendunia pasca mendapat status UNESCO. Yuk, kita kenal sejarah kota ini lebih jauh.
Kolom travel detik.com (26/06/2019) mengulas tentang Sawahlunto yang menjadi nominasi situs warisan dunia UNESCO pada 2019. Tema yang diusulkannya adalah Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto (www.worldheritagesite.org). Barangkali belum banyak orang yang mengetahui tentang kota Sawahlunto yang dijuluki sebagai 'The Little Dutch' oleh Pemerintah kolonial Hindia Belanda saat itu.

Saya sendiri beberapa kali menginjakan kaki ke kota kecil ini pada periode 2014-2016 dalam rangka perjalanan dinas ke unit kerja Balai Diklat Tambang Bawah Tanah (BDTBT). Melalui perjalanan sepanjang 115 Km atau durasi waktu sekitar tiga jam berdasarkan Google Map dan pengalaman perjalanan malam hari dari Bandara Internasional Minangkabau melewati jalan perbukitan dan perhutanan sampailah pada sebuah kota yang begitu menarik perhatian.

Pertama kali melihat kota ini, tentu banyak orang akan berkesimpulan bahwa sebenarnya ini Eropa atau Indonesia karena melihat banyak gedung-gedung khas Eropa yang salinan atau photo copy-an asli dari Eropa. Bagi yang belum pernah ke sana tentu saja ingin sekali untuk berkunjung ke Sawahlunto.

Namun bagi yang belum ada kesempatan berkunjung ke kota Sawahlunto, saya mengajak pembaca untuk menelusuri 'The Little Dutch' dari sebuah buku yang saya dapatkan atau beli dari Museum Goedang Ransoem yang dikelola oleh Pemeritah Kota Sawahlunto berjudul Jejak De Greve dalam Kenangan Swahlunto. 

Buku kecil ini mewakili episode sejarah, yakni awal ditemukannya sumber energi batubara sampai dibangunnya kota tambang Swahlunto. Sebenarnya ada lagi satu buku yang saya dapatkan tentang episode semangat kemerdekaan dari tambang panas sunga durian berjudul 'Pekik Merdeka dari Sel Penjara dan Tambang Panas' yang akan dibahas pada tulisan berikutnya.

Buku berjudul 'Jejak De Greve dalam Kenangan Swahlunto' tulisan Yonni Saputra pada intinya menceritakan kontribusi seorang insinyur atau ahli geologi pertambangan lulusan dari Akademi Delft bernama De Grave. Siapa sangka berkat jasanya maka Sawahlunto ada dan menjadi kota modern pada saat itu hingga sekarang yang masih bisa dirasakan peninggalannya.

Lantas apa sebenarnya jasa De Grave yang monumental tersebut? Berdasarkan pembahasan secara kronologis dalam buku tersebut, ternyata sumbernya adalah karena sebuah karya ilmiah yang dipublikasikan bersama koleganya W.A. Henny pada 1871 dengan judul 'Het Ombilien-kolenveld in de Padangsche Bovenlanden en het Transportstelsel op Sumatras Weskust' (Tambang Batubara Ombilin di Dataran Tinggi Padang dan Sistem Transportasi di Sumatra Barat).

De Grave dengan nama lengkapnya adalah Willem Hendrik de Greve lahir di Franeker, 15 April 1840. Sejak kelahirannya sampai dengan 1859 berhasil menyelesaikan pendidikannya sebagai Insinyur Geologi. Periode 1861-1871 ditugaskan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda untuk mengikuti pelatihan dan memulai debut penelitiaanya dengan dikiri ke daerah koloni Hidia Belanda di seluruh dunia termasuk Indonesia di Sungai Ombilin dan Sawahlunto.

Karirnya yang begitu cemerlang dengan cepat naik pangkat menjadi Insinyur tingkat utama walaupun ditolaknya. de Greve harus terhenti karirnya dalam usia yang masih cukup muda pada 1872 di Sijunjung kaena kecelakaan di Sungai Kuantan. Hasi penelitiannya sendiri yang begitu monumental dan dipublikasikan merupakan penelitian lanjutan dari yang telah dilakukannya oleh pendahulunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar