Senin, 23 Desember 2019

Pohon Kehidupan di Selatan Terdepan Indonesia

Pohon lontar bukan pohon sembarangan di Rote. Inilah pohon kehidupan di selatan terdepan Indonesia.

20-26 Agustus 2019, tim Tapal Batas detikcom bersama Bank Rakyat Indonesia (BRI) menjelajahi Kabupaten Rote Ndao di NTT. Kabupatennya berupa kepulauan dengan total 96 pulau. Namun, hanya 7 pulau yang berpenghuni dengan Pulau Rote sebagai yang paling besar.

Terdapat 10 kecamatan di Rote Ndao. Tiap kecamatan punya potensi dan tempat wisata yang beragam.

Bukan hanya soal alam, soal budaya di Rote juga menarik untuk dilihat. Salah satunya adalah pohon lontar yang disebut pohon kehidupan.

"Mengapa disebut pohon kehidupan, sebab semua bagian pohon lontar dapat kita gunakan untuk kehidupan," ujar Jun Lau, salah seorang warga di Desa Oetutulu, Kecamatan Rote Barat Laut.

Pohon lontar bisa ditemukan di tiap sudut Kabupaten Rote Ndao. Hal paling utama dari pohon lontar yang digunakan oleh masyarakat Rote adalah getahnya atau biasa disebut air nira.

"Getahnya bisa dimasak dan dijadikan gula semut atau gula pasir. Itu digunakan dalam kehidupan sehari-hari kita untuk memasak, serta untuk dijual," terang Jun Lau.

Prosesnya dimasak sampai kental selama 3 jam. Kemudian dihaluskan dengan batok kelapa sampai halus dan teksturnya benar-benar seperti pasir.

Namun, untuk mendapatkan air nira tersebut tidaklah mudah. Para pria harus memanjat pohon lontar setinggi 10 meter tanpa pengaman!

Menurut Jun lau, hal itu sudah dilakukan sejak dulu hingga kini. Bahkan, sudah jadi pekerjaan sehari-hari para pria di Rote selain menjadi nelayan dan bertani di sawah.

"Gula semut bisa dijual sampai ke Kupang dan pulau-pulau lain. Bahkan, sampai ke Australia," terang Jun Lau.

Apa lagi kegunaan pohon lontar?

"Daunnya dapat dijadikan bahan untuk topi Ti'i Langga dan alat musik sasando. Batang pohonnya sebagai pondasi untuk rumah," jawab Jun Lau.

Kehadiran Bank BRI pun membantu perekonomian masyarakat Rote, khususnya untuk memasarkan gula semut. Melalui UMKM dan program lainnya, gula semut ini juga bisa menjadi suvenir unik dari Rote.

"Betul, bisa buat oleh-oleh. Oleh sebab itu, sampai kapan pun pohon lontar adalah pohon kehidupan bagi kami," tutup Jun Lau.

Untuk mengetahui informasi dari program ini ikuti terus berita tentang Tapal Batas di tapalbatas.detik.com

Kisah Pilot Buka Baju Sepanjang Penerbangan, Ngapain Sih?

Seorang pilot ditanya mengenai adanya anggapan bahwa kisah asmara lazim terjadi di udara. Tanpa mengonfirmasi anggapan itu, ia berkisah soal adegan buka baju.

Patrick Smith, demikian nama pilot asal Amerika itu, menuturkan kisahnya dalam buku Cockpit Confidential sebagaimana dilansir oleh Express.co.uk.

Jadi, apakah ada asmara udara di antara pilot dengan kru kabin semisal pramugari dalam penerbangan yang sama? "Jika pun memang ada, saya sudah lama tidak terlibat."

Ia lantas memaparkan, pada dasarnya atmosfer kerja pilot dan krunya tidaklah berbeda seperti pada profesi lain di mana saja. Ia juga mengakui adanya dua pilot maskapai Southwest Airlines yang dicopot akibat insiden tertentu dalam penerbangan di tahun 2003.

"Saya tak tahu apa yang terjadi saat itu dan mungkin saya tidak berhak memberikan penilaian karena hal semacam ini cenderung jadi tidak jelas ketika dibahas di luar konteks," tuturnya.

Yang menarik, Smith juga menuturkan sebuah episode mengenai dirinya yang melepas baju dalam sebuah penerbangan. Tetapi tidak karena alasan yang bukan-bukan.

"Itu terjadi di musim panas 1995 dan gelombang panas yang bisa mencairkan aspal melanda seluruh Midwest. Saat itu saya berbasis di Chicago pada pesawat 64 kursi ATR-72. ATR yang dibuat di Eropa merupakan pesawat canggih, tapi di antara kabel-kabel itu mereka melupakan pendingin udaranya," ucap Smith.

"Pada hari itu, suhunya mencapai 107 derajat (Fahrenheit, sekitar 41 derajat Celcius). Saya ada di depan membereskan pengecekan pra-penerbangan buat sang kapten. Aku sedemikian kegerahan sampai sulit bergerak sehingga melepas baju dan dan dasi. Baju pilot, yang mayoritas berbahan polyester, sama sekali tak nyaman dalam situasi itu. Aku pun melepas sepatu," tuturnya.

Setelah itu sang kapten dalam penerbangan, yang tidak dikenal Smith, tiba ke kokpit dan mendapatinya sedang bersimbah keringat, tanpa baju dan sepatu, dan memakai headset. Smith menyebut sang pilot awalnya diam saja dan baru mulai bicara setelah duduk di kursinya. "'Kamu akan memakai baju lagi kan?'," kata Smith menirukan ucapannya.

"Saya menjawab akan segera pakai baju lagi seketika temperatur di dalam kokpit turun ke 95 derajat (Fahrenheit, sekitar 35 derajat Celcius), itu pun kalau saya belum pingsan kegerahan," imbuhnya.

Smith menawarkan dirinya pakai t-shirt yang dibawanya di koper jinjing. Tetapi rupanya kaus lawas itu pun sedemikian belel dan tak rapi sehingga sang kapten akhirnya mengizinkan Smith terus tidak mengenakan baju.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar