Rabu, 01 Januari 2020

Trans Studio Cibubur: Harga Tiket Masuk hingga Daftar Wahana

 Trans Studio Cibubur resmi dibuka pada 12 Juli kemarin. Nah, apa sih fakta lain dari wahana permainan berkelas dunia ini? Yuk simak.

Wahana yang terletak di Jalan Alternatif Cibubur, Cimanggis, Depok, Jawa Barat ini menghadirkan hampir 10 wahana dengan berbagai fasilitas, mulai dari restoran hingga workshop merchandise.

Berikut fakta-fakta Trans Studio Cibubur yang dirangkum detikcom dari berbagai sumber:

1. Tiket

Harga tiket masuk Trans Studio Cibubur dipatok sebesar Rp 300.000 per orang untuk hari kerja dan Rp 400.000 untuk hari libur. Sedangkan, untuk jalur fast track dibanderol seharga Rp 500.000 per orang.

2. Cara Beli Tiket

Tiket masuk Trans Studio Cibubur dapat dibeli melalui online di laman https://www.transstudiocibubur.com/id/tiket. Pengguna hanya perlu memasukkan jumlah tiket yang akan dibeli dan tanggalnya.

Kemudian, mengisi data dan melakukan pembayaran. Maka, tiket Trans Studio Cibubur sudah dapat diperoleh.

3. Wahana

Ada beberapa wahana yang dihadirkan dalam Trans Studio Cibubur, yakni Zombie Wars, Pacific Rim, Bat Glider, Wave Racer, Spectacular Multimedia Snow, Stunt Snow, Science Center, dan Gravitron. Kemudian, wahana lainnya juga akan ditambah lagi, yaitu Jurassic Island dan Boomerang Coster.

Selamat mencoba!

Kisah Masjid dari Lumpur yang Direparasi Setahun Sekali

Masyarakat Muslim Djenne di Selatan Mali punya tradisi unik. Mereka rutin mereparasi masjid agung setempat yang berbahan lumpur setahun sekali.

Telah ada sejak 250 tahun sebelum masehi, Kota Djenne di Mali menyimpan tradisi unik yang dilakukan oleh masyarakat Muslim di sana. Dilansir detikcom dari BBC, Senin (12/8/2019), salah satunya adalah tradisi mereparasi atau memperbaiki Masjid Agung Djenne dari bahan lumpur.

Dikenal sebagai pusat penyebaran agama Islam di masa lalu, Kota Djenne memiliki Masjid Agung Djenne sejak tahun 1907 silam. Dibangun dari bahan dasar kayu sebagai strukturnya, masjid ini begitu unik karena seluruh bangunannya diplester dengan lumpur.

Walau dibangun dengan bahan sederhana, Masjid Agung Djenne memiliki tinggi 20 meter dan panjang 91 meter. Desainnya pun tak kalah unik, seperti gabungan dari binatang landak hingga organ gereja.

Hanya karena menggunakan lumpur sebagai pelapisnya, kondisi masjid ini kerap menurun dari waktu ke waktu. Menyadari hal itu, masyarakat Muslim setempat pun berinisiatif untuk mereparasi masjid ini setahun sekali dengan lumpur.

Lewat tradisi La Crepissage atau pemelesteran yang diadakan tiap bulan April, masyarakat Muslim setempat berkumpul dan menambal Masjid Agung Djenne dengan lumpur secara bersama-sama.

Pemilihan tradisi di bulan April pun dilakukan sebelum musim hujan tiba, sekaligus mempersiapkan masjid di musim hujan. Tepat semalam sebelum tradisi, turut digelar pula festival yang diramaikan dengan nyanyian dan tarian yang dikenal dengan La Nuit de Veilla.

Menariknya, tradisi pemelesteran masjid dengan lumpur dibagi ke dalam beberapa tim. Dipandu langsung oleh 80 ahli, tiap tim dibekali dengan wadah untuk menampung lumpur basah. Nantinya tiap tim akan diberi bagiannya masing-masing, di mana mereka harus berlomba untuk menyelesaikan bagiannya lebih dulu.

Proses pemelesteran masjid pun dilakukan secara kelompok, di mana ada anggota yang bertugas menyiapkan plester dari senen serta yang ditugaskan untuk menempelkan semen. Butuh kekompakan dan kerjasama di sini.

Layaknya perlombaan, tim yang paling gesit dan cepat berhak akan uang hadiah senilai 50 ribu west african CFA francs atau setara dengan Rp 1 juta rupiah. Nilainya mungkin tak seberapa, tapi begitu berharga bagi mayoritas warga dengan penghasilan kurang dari Rp 15 ribu rupiah per hari.

Tidak hanya kaum adam yang ikut merayakan tradisi. Kaum hawa yang sejatinya tak diizinkan masuk masjid diperbolehkan membawa air untuk membantu para pria. Anak-anak pun juga larut dalam keceriaan acara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar